# GudangFileKOE

Kamis, 01 Juli 2010

I. PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL

______________________________________________________________________


1. PENDAHULUAN

Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure)
merupakan bencana sejak masa awal bedah saraf,
dan tetap merupakan penyebab kematian paling sering pada
penderita bedah saraf. Ini terjadi pada penderita
cedera kepala, stroke hemoragik dan trombotik,
serta lesi desak ruang seperti tumor otak. Massa intrakranial
bersama pembengkakkan otak meninggikan TIK dan
mendistorsikan otak. Cara untuk mengurangi TIK dengan
cairan hipertonik yang mendehidrasi otak, menjadi bagian
penting pada tindakan bedah saraf.
Beberapa proses patologi yang mengenai otak dapat
menimbulkan peninggian tekanan intrakranial. Sebaliknya
hipertensi intrakranial mempunyai konsekuensi yang buruk
terhadap outcome pasien. Jadi peninggian TIK tidak hanya
menunjukkan adanya masalah, namun sering bertanggung-jawab
terhadapnya.
Walau hubungan antara pembengkakan otak dengan hipertensi
intrakranial dan tanda-tanda neurologi yang umum terjadi pada
herniasi tentorial, hingga saat ini sedikit informasi direk
tentang kejadian, derajat dan tanda klinik yang jelas dari
peninggian TIK. Sebabnya adalah bahwa tekanan jarang yang
langsung diukur intrakranial. Untuk itu, pengukuran dilakukan
pada rongga subarakhnoid lumbar dan hanya kadang-kadang dicatat
serta pada waktu yang singkat pula. Pungsi lumbar tidak hanya
memacu herniasi tentorial atau tonsilar, namun juga tekanan yang
terbaca lebih rendah dari yang sebenarnya.
Sejak Lundberg memperkenalkan pemantauan yang sinambung
terhadap TIK dalam praktek bedah saraf tahun 1960, telah banyak
peningkatan pengetahuan atas TIK dan pengelolaannya. Pada saat
yang sama timbul kontroversi atas pemantauan TIK. Sebagian
menganggap teknik ini merupakan bagian dari perawatan intensif
dan berperan dalam pengelolaan setiap pasien koma. Lainnya
mengatakan bahwa tidak ada hubungan bahwa pemantauan TIK
mempengaruhi outcome dan hanya menambah risiko karena tindakan
yang invasif tersebut. Pemantauan sinambung sebenarnya sudah
dikenalkan oleh Guillaume dan Janny 1951. Sejak awal 1970 lebih
mendapat perhatian seiring dengan majunya tehnologi yang
bersangkutan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemantauan TIK merupakan
satu-satunya cara untuk memastikan dan menyingkirkan hipertensi
intrakranial. Bila hipertensi terjadi, pemantauan TIK merupakan
satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk menilai tentang
kerja pengobatan dan memberikan kesempatan dini untuk mengubah
pilihan terapi bila tampak kegagalan. Bila tak terdapat
peninggian TIK, pengobatan yang potensial berbahaya dapat
dihindari. Bila pasien dalam keadaan paralisa atau tidur dalam,
pengamatan neurologis konvensional tidak ada gunanya dan
pemantauan TIK dapat memberikan nilai tekanan perfusi serebral
dan indeks dari fungsi serebral.


2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak,
cairan serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak
dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama
yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium yang kaku yang
memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah
terletak pada hiatus dari tentorium.


SIRKULASI CAIRAN SEREBROSPINAL

Produksi
CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral,
tiga dan empat, dimana ventrikel lateral merupakan bagian
terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya berasal
dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima
otak.
Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler
(tela khoroidea) yang membawa lapisan epitel pembungkus dari
lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai permukaan
yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral
memiliki permukaan 40 sm2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada
pusatnya yang mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas
dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid atau kolumner pendek.
Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa
komponen plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel
khoroid dengan susah payah, lainnya masuk CSS secara difusi dan
lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel
khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium)
melalui sel epitel, diikuti gerakan pasif air untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma darah.

Sirkulasi Ventrikuler
Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada
sistem ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro
(foramen interventrikuler) keventrikel tiga, akuaduktus dan
ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap
ventrikel keempat kesisterna magna.

Sirkulasi Subarakhnoid
Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun
kebanyakan melalui pintu tentorial (pada sisterna
ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga
subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

Absorpsi
Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui
villi arakhnoid. Villa arakhnoid adalah evaginasi penting rongga
subarakhnoid kesinus venosus dural dan vena epidural; mereka
berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletak
antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan katup
yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu
arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka,
sedang bila lebih rendah dari tekanan vena maka katup akan
menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus kerongga
subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di
ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan
diabsorpsi di sinus sagittal.
Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara
pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah
tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat.
Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya berkurang
pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini
membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan
aliran dan absorpsi CSS.
Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian
dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel
dan selaput saraf spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin
bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS
secara keseluruhan.
Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat
aliran CSS melalui otak, mirip dengan cara cairan limfe. Cara
ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan dan
pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.

Komposisi CSS
CSS merupakan cairan jernih tak berwarna dengan tampilan seperti
air. Otak dan cord spinal terapung pada medium ini dan karena
efek mengambang, otak yang beratnya 1400 g akan mempunyai berat
netto 50-100 g. Karenanya otak dilindungi terhadap goncangan oleh
CSS dan mampu meredam kekuatan yang terjadi pada gerak kepala
normal. Otak mempunyai kapasitas gerakan terbatas terhadap
gerakan tengkorak karena terpaku pada pembuluh darah dan saraf
otak.
Pada dewasa terdapat 100-150 ml CSS pada aksis kraniospinal,
sekitar 25 ml pada ventrikel dan 75 ml pada rongga subarakhnoid.
Pencitraan Resonansi Magnetik telah digunakan untuk mengukur isi
CSS intrakranial. Isi CSS kranial total meningkat bertahap sesuai
usia pada tiap jenis kelamin.
Tingkat rata-rata pembentukan CSS sekitar 0.35 ml/menit,
atau 20 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. CSS terdiri dari air,
sejumlah kecil protein, O2 dan CO2 dalam bentuk larutan, ion
sodium, potasium dan klorida, glukosa dan sedikit limfosit. CSS
adalah isotonik terhadap plasma darah dan sesungguhnya mungkin
dianggap sebagai ultrafiltrat darah yang hampir bebas sel dan
bebas protein. Konsentrasi protein berbeda secara bertingkat
sepanjang neuraksis. Pada ventrikel nilai rata-rata protein
adalah 0.256, dan pada sisterna magna 0.316.
Dalam keadaan normal, TIK ditentukan oleh dua faktor.
Pertama, hubungan antara tingkat pembentukan CSS dan tahanan
aliran antara vena serebral. Kedua, tekanan sinus venosus dural,
yang dalam kenyataannya merupakan tekanan untuk membuka sistem
aliran. Karenanya :

Tekanan CSS =
(tingkat pembentukan X tahanan aliran) +
tekanan sinus venosus

Tingkat pembentukan CSS hampir konstan pada daerah yang luas dari
TIK namun mungkin jatuh pada tingkat TIK yang sangat tinggi.
Dilain fihak, absorpsi tergantung pada perbedaan tekanan antara
CSS dan sinus venosus besar, karenanya makin tinggi tingkat
absorpsi bila TIK makin melebihi tekanan vena.

Volume Darah Serebral
Bagian yang paling labil pada peninggian TIK dan yang mempunyai
hubungan yang besar dengan klinis adalah peningkatan volume darah
serebral (VDS/CBV, Cerebral Blood Volume). Ini mungkin akibat
dilatasi arterial yang berhubungan dengan peningkatan aliran
darah serebral, atau karena obstruksi aliran vena dari rongga
kranial sehubungan dengan pengurangan aliran darah serebral
(ADS/CBF,Cerebral Blood Flow).
Volume darah serebral normal sekitar 100 ml. Pada percobaan
binatang dengan menggunakan sel darah merah yang dilabel dengan
fosfor-32, khromium-51 dan albumin yang dilabel dengan iodin-131
didapatkan volume darah serebral sekitar 2 % dari seluruh isi
intrakranial.
Pengukuran langsung VDS, ADS regional dan ekstraksi oksigen
kini dapat diukur pada manusia dengan menggunakan tomografi emisi
positron (PET scanning).
Sekitar 70 % volume darah intrakranial terdapat pada
pembuluh kapasitans, yaitu bagian vena dari sistem vaskular. Pada
berbagai volume intrakranial, hanya volume darah yang dapat
berubah cepat sebagai respons terhadap perubahan TIK atau
perubahan pada volume in- trakranial lainnya. Ini adalah hubungan
langsung antara vena serebral, sinus venosus dural dan vena besar
dleher. Jadi tak ada yang menghalangi transmisi peninggian
tekanan vena dari dada dan leher ke isi intrakranial. Fenomena
ini mempunyai kegunaan terapeutik yang penting.
Perubahan VDS bergantung pada mekanisme yang kompleks yang
bertanggung-jawab untuk mengatur sirkulasi serebral.

Dioksida Karbon, ADS dan VDS
Pembuluh yang fisiologis paling aktif adalah arteriola serebral.
Ia sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan metabolik.
Artinya ADS regional bereaksi atas kebutuhan metabolik jaringan.
Zat vasodilator yang paling kuat adalah CO2; ADS berubah 2-4 %
untuk tiap mmHg perubahan tekanan arterial dioksida karbon,
PaCO2. ADS akan mengganda pada peninggian PaCO2 40-80 mmHg dan
akan tinggal setengahnya bila PaCO2 turun ke 20 mmHg. Dibawah 20
mmHg, perubahan PaCO2 hanya sedikit berpengaruh pada ADS karena
aliran sangat lambat dimana terjadi hipoksia jaringan. Karenanya
vasokonstriksi hipokapnik mungkin tidak menyebabkan hipoksia
hingga derajat yang menyebabkan kerusakan struktur otak.
Hubungan ini pada manusia telah dipastikan menggunakan sidik
PET dengan mengukur reaksi VDS atas perubahan PaCO2.

Oksigen, ADS dan VDS.
Penurunan tekanan arterial oksigen (PaO2) berakibat peninggian
ADS. Ada ambang rangsang untuk fenomena ini dan hanya bila PaO2
dibawah 50 mmHg yang jelas menaikkan aliran darah. Pada PaO2 30
mmHg, ADS lebih dari dua kali lipat.
Manfaat dilatasi vaskular tentu saja untuk meningkatkan
aliran darah melalui otak disaat dimana volume oksigen per unit
volume darah berkurang. Sepanjang peningkatan aliran darah dapat
mengkompensasi pengurangan kandung oksigen, kebutuhan oksigen
dapat dicapai dan otak dapat melanjutkan metabolisme normalnya.
Bila PaO2 turun hingga sekitar 20 mmHg, rangsangan untuk
vasodilatasi menjadi maksimal, selanjutnya pengurangan tekanan
oksigen berakibat glikolisis anaerob dan penurunan fosforilasi
oksidatif, tanda utama dari perubahan metabolik hipoksik.
Disisi lain, peninggian PaO2 hanya menyebabkan perubahan
kecil dari ADS. Pemberian oksigen 100 % (1 atmosfir) akan
mengurangi ADS sebesar 10 % dan pemberian oksigen pada 2
atmosfir, sekitar 20 %.
Jadi perubahan baik PCO2 dan PO2 berakibat langsung pada TIK
via perubahan diameter pembuluh dan VDS. Mekanisme yang
bertanggung-jawab atas perubahan diameter pembuluh tetap
kontroversial dan mungkin melibatkan konsentrasi H+ jaringan di
cairan ekstraselular, kalsium, potasium, prostaglandin dan
adenosin. Dugaan bahwa mekanisme neurogenik serupa dengan refleks
khemoreseptor seperti vasodilatasi serebral hipoksik, belum dapat
dibuktikan.
Cara lain untuk menggambarkan akibat dari hipoksia terhadap
dinamika intrakranial adalah mencatat TIK dan membuktikan bahwa
reaksinya adalah via vasodilatasi serebral, peninggian ADS dan
peninggian VDS.
Hipotermi mengurangi TIK dengan menyebabkan vasokonstriksi
serebral yang akan mengurangi VDS.
Manfaat praktis dari hubungan tersebut sangat besar.
Misalnya TIK sangat dipengaruhi perubahan VDS yang umum terjadi
pada obstruksi respiratori, inadekuasi respiratori atau bendungan
vena.


VOLUME OTAK

Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari
berat badan total. Volume glial sekitar 700-900 ml dan neuron-
neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular (ECF) sangat
sedikit.
Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung
intrakranial, dimana masing-masing 10 % untuk CSS, darah dan
cairan ekstraselular.
Perubahan otak sendiri mungkin bertanggung-jawab dalam
peninggian kandung intrakranial. Contoh paling jelas adalah pada
tumor otak seperti glioma. Disamping itu, penambahan volume otak
sering secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana
maksudnya adalah pembengkakan otak sederhana. Penggunaan kata
edema otak harus dibatasi pada penambahan kandung air otak. Otak
mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada substansi putih dan
80 % pada substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air
otak adalah (80 %) intraseluler. Volume normal cairan
ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai
10 % volume intra- kranial. Rongga ekstraseluler berhubungan
dengan CSS via ependima. Air otak berasal dari darah dan akhirnya
kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan
melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.


SAWAR DARAH-OTAK

Bukti pertama adanya sawar struktural yang terletak antara darah
dan otak berdasarkan pengamatan bahwa pada penderita jaundice
warna kuning hanya terjadi didalam dan disekitar tepi tumor otak
metastatik dan membiarkan substansi putih tetap tak tersentuh
warna. Percobaan penyuntikan zat warna vital pada pembuluh darah
binatang, 1921, ternyata tidak mewarnai sistem saraf, dan konsep
sawar darah-otak (Blood-Brain Barrier, BBB) diperkenalkan.
Sekarang dibuktikan merupakan sawar yang sangat selektif yang
mengatur substansi yang penting secara biologikal baik masuk
maupun keluar dalam usaha mengontrol lingkungan neural dan
mempertahankan fungsi normalnya. Bekerja-sama dengan pleksus
khoroid, SDO juga mengontrol komposisi CSS dalam batas yang
sempit.
Komponen anatomikal sawar darah-otak adalah kapiler
serebral, sel endotelial yang membentuk batas antara darah yang
terkandung didalam lumen kapiler dan jaringan sekitarnya.
Sekeliling permukaan luar sel endotelial terdapat lamina basal
sempit yang tidak terputus-putus. Terdapat glial end feet
(astrocytic foot processes) melekat di lamina basal perivaskuler
dengan celah-celah antara end feet. Membran sel dari sel
endotelial berdekatan sangat rapat satu sama lain dan pada
sejumlah tempat bersatu membentuk hubungan yang erat dan
tertutup. Kapiler serebral memungkinkan pengangkutan hampir tanpa
batas substansi yang sangat larut lemak dan membatasi
pengangkutan kebanyakan molekul hidrofilik yang sangat
terpolarisasi karena hubungan yang sangat rapat, tiadanya
fenestra dan pinositosis. Gula tertentu serta asam amino melintas
kapiler melalui proses khusus dengan mediasi pembawa. Transport
sodium dan potasium, karenanya juga air otak, ATPase adalah
faktor terpenting.
Perubahan sawar darah-otak terjadi pada beberapa kelainan.
Ia sering berupa mekanik sederhana, memungkinkan pergerakan
molekul besar seperti protein dari darah ke otak. Bila parah,
mungkin menimbulkan edema otak. Kerusakan fisik dari sawar
dan/atau rangsangan pinositosis menyebabkan pergerakan cairan
yang berasal dari plasma melalui sawar. Contoh kerusakan sawar
darah-otak yang tak terlalu parah dapat dilihat pada sken CT yang
diperkuat dengan injeksi senyawa yang mengandung iodin.
Fungsi sawar darah-otak dapat dipengaruhi oleh injeksi bolus
zat hipertonik seperti media kontras atau mannitol ke arteri
karotid internal. Ini sementara membuka sawar darah-otak dan ini
nyata sangat potensial dalam menempatkan agen terapeutik yang
dalam keadaan normal tidak dapat melalui SDO, kedalam otak. Hal
ini jangan dikacaukan dengan keadaan setelah pemberian infus agen
osmotik seperti mannitol intravena pada pengobatan peninggian
TIK. Pada keadaan ini, perubahan osmolaritas darah adalah bagian
dari injeksi bolus intrakarotid dan tidak ada perubahan
permeabilitas SDO. Karenanya dalam mengontrol TIK, SDO yang intak
mungkin diperlukan agar dimungkinkan adanya perbedaan tingkat
osmotik hingga cairan ekstraselular akan mengalir kedalam darah.
Satu dari mekanisme utama dimana agen osmotik menurunkan TIK
adalah dengan membuang air dari daerah otak bersangkutan yang
memiliki SDO intak, dan tidak dari daerah dengan perubahan
patologikal dari kapiler serebral.


AUTOREGULASI

Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan
darah rata-rata antara 50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang
bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh
serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu pada
misalnya cedera kepala . Karena peninggian CBV berperan
meninggikan TIK, penting untuk mencegah hipertensi arterial
sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera kepala
berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau
koreksi hipotensi yang tidak memadai bisa berakibat gawat,
terutama pada pasien tua.



3. PATOLOGI PENINGGIAN T.I.K

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN DAN VOLUME

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra
kranial total tetap konstan. Isi intrakranial utama adalah otak,
darah dan CSS yang masing-masing tak dapat diperas. Karenanya
bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK
kecuali terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya.
TIK normal pada keadaan istirahat adalah 10 mmHg (136 mmH2O).
Sebagai pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah abnormal, dan
diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.
Semakin tinggi TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.


KONSEKUENSI DARI LESI DESAK RUANG

Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses
atau bekuan darah, pertama-tama ia akan menggeser isi
intrakranial normal.

Doktrin Monro-Kellie
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan
bahwa volume total isi intrakranial harus tetap konstan. Ini
beralasan karena kranium adalah kotak yang tidak ekspansil. Bila
V adalah volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma,
bertambah, kompensasinya adalah memeras CSS dan darah vena
keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak ada
lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme
kompensasi tak lagi efektif. Pada titik ini, TIK mulai naik
secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil ukuran
massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya lesi massa.

Pergeseran CSS
CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga
subarakhnoid spinal melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid
spinal bersifat distensibel dan mudah menerima CSS ekstra. Namun
kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan oleh
kecenderungan jalur CSS untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini
terjadi, produksi CSS diatas bendungan yang tetap berlangsung
akan menambah peninggian TIK.
Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau
foramen magnum. Jalur CSS intraventrikular mungkin terbendung
pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan menyebabkan temuan
yang khas pada sken CT dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi
massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan akan tampak
distensi.

Pergeseran VDS
Vena besar serebral permukaan dan dalam segera tertekan dan
mengalirkan sebagian darah ke sinus vena dural yang kaku dan
selanjutnya kevena ekstrakranial. Seperti halnya CSS,
mekanismenya terbatas oleh volume yang tersedia. Distorsi atau
kompresi vena mungkin menghalangi aliran vena. Frekuensi kejadian
ini tidak diketahui namun diduga rendah.

Pergeseran Volume Otak
Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada
derajat yang sangat terbatas. Pada tumor yang tumbuh lambat
seperti meningioma, pergeseran otak mungkin sangat nyata,
terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat
pengurangan cairan ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar
tumor. Bagaimanapun dengan massa yang meluas cepat, otak segera
tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen
lainnya atau melalui foramen magnum.
Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser
terpakai semua dan TIK mulai meningkat. Selama fase kompensasi,
terjadi penggantian volume yang hampir ekual dan sedikit saja
perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume
selanjutnya akan menyebabkan penambahan tekanan yang makin lama
makin besar. Peninggian TIK yang persisten diatas 20 mmHg
tampaknya berhubungan dengan peninggian tahanan aliran CSS. Hasil
CT menampakkan bagian yang tahanannya meningkat adalah pada
tentorium. Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi
sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK
meninggi atau pertanda bahwa bahaya segera datang.
Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau
menghalangi pergeseran volume kompensatori akan menyebabkan
peningkatan TIK yang lebih segera. Misalnya tumor fossa posterior
adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran
CSS dari ventrikel atau melalui foramen magnum. Karenanya volume
CSS bertambah dan kompensasi untuk massa tumornya sendiri akan
terbatas. Selanjutnya penderita dengan massa yang terus meluas
akan mendadak sampai pada titik dekompensasi bila aliran vena
serebral dibatasi oleh peninggian tekanan vena jugular akibat
kompresi leher atau obstruksi pernafasan.
Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor
otak akan sangat meningkat oleh edema otak.
Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat kompleks. Ini
terutama pada cedera kepala dimana mungkin terdapat bekuan darah,
edema otak serta gangguan absorpsi CSS akibat perdarahan
subarakhnoid atau perdarahan intraventrikuler. Mungkin dapat
ditambahkan vasodilatasi akibat hilangnya autoregulasi atau
hiperkarbia.
Perubahan volume tersebut juga dinamik. Pasien dengan lesi
otak mungkin berada pada tepi bencana dekompensasi, dapat
diselamatkan dengan cara menambah cadangan kompensasi atau
diperburuk oleh tindakan yang tak adekuat, terlambat atau yang
berbahaya.
Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi
dengan peninggian TIK progresif karena sebab apapun, hubungan
antara tingkat TIK dan keadaan neurologik juga tergantung pada
tingkat perubahan dan adanya pergeseran otak. Tumor tumbuh lambat
seperti meningioma mungkin tumbuh hingga ukuran besar tanpa
adanya tanda peninggian TIK. Sebaliknya hematoma ekstradural akut
yang lebih kecil mungkin menyebabkan kompresi otak yang berat dan
cepat.
Peninggian TIK sangat baik ditolerasi bila tak ada
pergeseran otak. Contohnya adalah hipertensi intrakranial jinak
dimana terdapat hubungan bebas CSS dan tidak ada pergeseran otak.
Tingkat TIK yang sangat tinggi, cukup untuk menimbulkan edema
papil, mungkin dapat ditolerasi tanpa ada gangguan kesadaran
apapun.

Konsekuensi Klinik dari Peninggian TIK
Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural,
perjalanan klinik dapat diprediksi dari hubungan volume-tekanan
yang sudah dijelaskan terdahulu. Pada tahap awal ekspansi massa
intrakranial, perubahan TIK sedikit dan pasien tetap baik dengan
sedikit gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi
berkurang dan TIK meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala yang
memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK seperti batuk,
membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian menjadi
mengantuk. Saat ini, penambahan volume massa sedikit saja
menyebabkan peninggian TIK secara cepat dan terjadi gelombang
tekanan (dP2 melebihi dP1). Penderita menjadi lebih mengantuk.
Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan peninggian
tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat.
Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien
menjadi tidak responsif. Pupil tak berreaksi dan berdilatasi,
serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi
lambat dan tak teratur serta akhirnya berhenti.
Efek klinik tingkat peninggian tertentu TIK sangat
bervariasi. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemi.
Karenanya dalam usaha untuk mengerti hubungan antara TIK dan
kegagalan otak, perlu memikirkan hubungan antara TIK, ADS dan
metabolisme otak, serta antara TIK dan pergeseran otak.


Tekanan Intrakranial dan Aliran Darah Otak
Peninggian TIK mungkin mempengaruhi ADS melalui cara:

1. Melalui kompresi arteria serebral, yaitu herniasi subfalsin,
menyebabkan oklusi arteria serebral anterior, atau herniasi
tentorial menyebabkan obstruksi arteria serebral posterior.
2. Dengan meregang dan merobek arteria dan vena batang otak.
Karena batang otak digeser kebawah, arteria basilar ditahan
diposisinya oleh cabang-cabang besar. Arteria perforantes yang
kecil menjadi teregang dan menyempit, menyebabkan iskemi batang
otak.
3. Dengan mempengaruhi perfusi serebral. Otak walau hanya 2 %
dari berat badan, menerima 15 % curah jantung dan menggunakan 20
% dari catu total gula tubuh. Bahkan periode singkat iskemi akan
menyebabkan kerusakan neuronal yang tak dapat pulih.

Total ADS tetap konstan 50 ml/100 g menit-1 pada wilayah yang
lebar dari tekanan perfusi, meski ADS regional berreaksi secara
cepat sesuai kebutuhan metabolik. ADS lebih tinggi pada
kebanyakan substansi kelabu yang aktif secara metabolik (80
ml/100 g menit-1 lebih rendah pada substansi putih yang kurang
selular (20 ml/100 g menit-1). Fenomena ini, yang disebut
autoregulasi, diduga kerja pembuluh yang mempunyai tahanan, yaitu
arteriola. Ketika tekanan darah meningkat, arteriola
berkonstriksi, meningkatkan tahanannya (resistensi
serebrovaskular), dan mencegah peningkatan ADS. Sebaliknya,
penurunan tekanan darah menyebabkan dilatasi arteriola. Pada
setiap bed vaskular, aliran darah tergantung pada perbedaan
tekanan antara arteria dan vena, tekanan perfusi dan tahanan
vaskular. Jadi:

aliran darah = (tekanan arterial - tekanan vena) : tahanan vaskular

Dan dalam kranium yang tertutup:

ADS = (tekanan arterial - tekanan sinus sagital) : tahanan serebrovaskular

Dalam praktek, tekanan sinus sagital adalah 1-2 mmHg lebih rendah
dari TIK dan hubungan ini tetap konstan pada wilayah yang luas
dari tekanan, jadi TIK dapat disubstitusikan untuk tekanan sinus
sagital. Jadi formulanya dapat ditulis sebagai:

ADS = (tekanan arterial - TIK) : tahanan serebrovaskular

Sekarang tampak bagaimana kritisnya TIK terhadap ADS. Peningkatan
TIK akan merendahkan tekanan perfusi. Bila pembuluh darah mampu
mengautoregulasi ketika tahanan serebrovaskular berkurang, akan
dipertahankan ADS yang konstan.
Integritas autoregulasi, melalui pengaruhnya pada VDS, juga
mempunyai arti yang penting terhadap TIK. Bila auto regulasi
hilang, tahanan pembuluh serebral mungkin berdilatasi secara
pasif karena pengaruh tekanan perfusi. Jadi darah mungkin
digerakkan melawan tahanan yang rendah ke bed vaskular serebral,
mempertinggi VDS. Ini kadang-kadang dapat menjelaskan
pembengkakan otak akut yang sering tampak setelah cedera kepala
tertutup pada anak-anak serta setelah tindakan menghilangkan
kompresi otak akut pada usia berapapun.


ADS DAN METABOLISME OTAK

ADS regional segera berubah sesuai kebutuhan metabolik lokal,
melalui autoregulasi. Jadi ADS dipengaruhi oleh:

1. tekanan darah arterial
2. tekanan intrakranial
3. autoregulasi
4. stimuli metabolik
5. distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa intrakranial
atau oleh herniasi yang mungkin langsung merusak kapasitas
autoregulasi, menyebabkan bendungan vena lokal (kompresi vena)
atau iskemia (kompresi arterial).


TIK DAN PERGESERAN OTAK

Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK
adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri.

Transtentorial
Lateral
Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian
medial lobus temporal (unkus) melalui hiatus tentorial serta akan
menekan batang otak secara transversal. Saraf ketiga terkompresi
menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral. Penekanan pedunkel
serebral menyebabkan hemiparesis kontralateral. Pergeseran
selanjutnya menekan pedunkel serebral yang berseberangan terhadap
tepi tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral hingga terjadi
kuadriparesis. Sebagai tambahan, pergeseran pedunkel yang
berseberangan pada tepi tentorial sebagai efek yang pertama akan
menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi pedunkel serebral
ini disebut 'Kernohan's notch'. Arteria serebral posterior
mungkin tertekan pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus
oksipital dengan akibat hemianopia.

Sentral
Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal,
masing-masing lobus temporal mungkin menekan batang otak.
Kompresi tektum berakibat paresis upward gaze dan ptosis
bilateral.

Tonsilar
Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial
progresif, dan menampakkan tahap akhir dari kegagalan batang
otak. Kadang-kadang pada tumor fossa posterior, herniasi
tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks
dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla. Kesadaran mungkin
tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi berat dan
cepat.

Subfalsin
Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat
falks mungkin menekan arteria serebral anterior menimbulkan
paralisis tungkai kontralateral. Ini jarang ditemukan berdiri
sendiri.
Pergeseran kebawah terus bertambah berat dan dipercepat oleh
pungsi lumbar; CSS keluar melalui luka pungsi dural dalam
jumlah yang besar untuk beberapa hari, tidak peduli berapa banyak
atau berapa sedikit CSS diambil untuk analisis.


HUBUNGAN PERBEDAAN TEKANAN DENGAN HERNIASI

Pada keadaan normal terdapat hubungan bebas cairan melalui jalur
CSS, dan tekanan dihantarkan secara ekual sepanjang neuraksis.
Namun bila jalur tersumbat, hal tersebut tidak lagi berlaku.
Bila massa mulai meluas dalam kranium, peninggian TIK mula-
mula dihantarkan kecairan spinal dan mungkin dicatat dengan
pungsi lumbar. Sekali tentorium atau foramen magnum terobstruksi
oleh pergeseran jaringan otak, tekanan dibawah sumbatan tidak
lagi benar-benar menunjukkan tekanan diatasnya sehingga cenderung
turun dibawah tekanan normal. Pungsi lumbar pada pasien dengan
lesi intrakranial yang meluas bukanlah indikator yang benar dari
TIK. Ini juga sangat berbahaya. Seperti disebut diatas,
pengambilan cairan dibawah massa, bahkan kebocoran melalui lubang
dural yang diakibatkan jarum pungsi lumbar, akan menambah
perbedaan tekanan dan mempercepat herniasi dan kompresi otak.

Perbedaan Tekanan yang terjadi didalam Kranium
Perbedaan tekanan didalam kranium dikarenakan perluasan massa
lesi. Ketika massa meluas, otak tergeser menjauhi daerah dengan
tekanan rendah dalam usaha menyeimbangkan tekanan. Perbedaan
tekanan ini tidak besar dan biasanya sementara. Sekali terjadi
pergeseran otak, TIK mungkin segera berkurang, karena massa untuk
sementara menyesuaikan diri.
Perbedaan tekanan juga pernah diukur pada jaringan otak pada
penelitian pembentukan edema otak. Tekanan intravaskular
mendorong cairan edema kerongga ekstraselular.
Tekanan jaringan juga tampak lebih tinggi dari TIK
keseluruhan selama pembentukan edema. Untuk kegunaan praktis, TIK
yang dicatat dengan meletakkan kateter atau baud pada cairan yang
berhubungan bebas, akan serupa pada tempat-tempat didalam
kranium, membuktikan tidak ada herniasi tentorial.


EDEMA OTAK

Edema otak didefinisikan sebagai peningkatan volume otak
diakibatkan bertambahnya kandung air jaringan. Istilah
'pembengkakan otak' juga umum, dimana volume bertambah mungkin
pada air jaringan (edema otak), atau pada volume intravaskular
(pembengkakkan otak kongestif). Istilah-istilah ini tak
seluruhnya dapat dipertukarkan.
Kandung air otak normal adalah 80 % dari berat bersih pada
substansi kelabu, dan 68 % berat bersih substansi putih. Pada
otak yang edema, nilainya adalah 77 % pada substansi putih dan 82
% pada substansi kelabu. Jadi kebanyakan peningkatan jumlah air
adalah pada substansi putih, yang kini dapat dipastikan in vivo
dengan CT dan MRI.
Ada beberapa jenis edema otak; vasogenik, sitotoksik,
hidrostatik, hipo-osmolar dan interstitial. Pada konteks bedah
saraf, jenis terpenting adalah edema vasogenik yang khas dengan
penambahan permeabilitas sel kapiler otak. Ini tampak pada
keliling kontusi otak, tumor, abses, dan tepi infark serebral.
Bentuk edema ini paling efektif ditindak dengan steroid.
Pada edema sitotoksik, semua elemen serebral otak (neuron,
glia, sel endotel) mungkin menjadi bengkak, dengan pengurangan
rongga cairan ekstraselular. Hipoksia dan hipo-osmolalitas akut
seperti tampak pada keracunan air, mungkin dipisahkan kedalam
subgrup dari edema sitotoksik.
Edema hidrostatik merupakan penjelasan atas pembengkakan
otak dan peninggian TIK yang parah terkadang tampak setelah
dekompresi hematoma intrakranial yang besar. Penambahan utama
tekanan intravaskular intrakranial dihantarkan pada bed kapiler
yang tak terlindung, dan cairan merembes ke rongga ekstraselular.
Penjelasan lain pembentukan pembengkakan otak adalah bendungan
karena hilangnya autoregulasi dan ekspansi VDS.
Bila terdapat hidrosefalus obstruktif, sering terdapat
daerah radiolusen periventrikular pada CT. Kadangkala ini disebut
edema interstitial, menunjukkan peninggian TIK mendorong air
melintasi ependima dari CSS ke substansi putih periventrikular.
Ini didukung tampilan MRI.

Efek merusak edema otak digambarkan melalui tiga mekanisme
yang saling berhubungan. Pertama adalah peninggian TIK yang
terjadi bila volume air yang me- ngalami ekstravasasi melebihi
batas kompensasi spasial. Akhirnya terjadi pengurangan ADS,
menyebabkan iskemia. Kedua, akumulasi air akan menambah tahanan
serebrovaskuler karena distorsi atau kompresi bed vaskuler, dan
ini akan mengurangi juga ADS regional. Akhirnya efek massa daerah
edema memperparah distorsi dan pergeseran otak. Karena iskemi
serebral sendiri menyebabkan edema otak, mudah untuk melihat
bagaimana siklus visius dapat timbul, dimana edema dan iskemi
otak menjadi progresif.


KEKAKUAN OTAK

Kapasitas kandung intrakranial untuk mengakomodasi perubahan
volume tergantung pada tingkat TIK dan kekakuan otak. Penambahan
volume V menyebabkan penambahan tekanan P1 atau P2 tergantung
pada kemiringan kurva volume-tekanan.
Pengukur kekakuan otak adalah elastance, dimana perubahan
tekanan per unit volume (dP/dV) atau sebaliknya, compliance
(dV/dP).
Kekakuan otak bertambah sebagai pegeseran kekanan sepanjang
kurva volume-tekanan. Namun kekakuan otak juga berubah pada
kelainan patologis yang berbeda. Misalnya edema otak atau
perdarahan intrakranial akan menambah kekakuan otak dan
menggerakkan kurva volume-te- kanan kekiri. Jadi kekenyalan otak
mungkin berubah tanpa tergantung TIK.
Steroid dan mannitol menurunkan TIK namun mengurangi
kekakuan otak pada keadaan yang bahkan pada tingkat yang lebih
besar dari pengurangan TIK sendiri. Hipokarbia dilain fihak
mengurangi kekakuan hanya dengan mengurangi TIK hingga kurva
volume-tekanan tidak berubah.
Kekauan otak dapat diukur dengan menyuntikkan 1 ml cairan
melalui kateter ventrikular dan mencatat peningkatan TIK. Tes
ini disebut sebagai respons volume-tekanan.
Tes ini digunakan sebagai tes klinik untuk menentukan posisi
pasien pada kurva volume-tekanan, dan karenanya dapat menduga
dekompensasi yang mengancam.


OBAT-OBAT ANESTETIK DAN TIK

Obat hipnotik seperti barbiturat menurunkan baik metabolisme
serebral maupun ADS, karenanya juga TIK. Tiopental mampu
memaksimumkan perfusi pada daerah iskemi dengan mengurangi ADS
pada jaringan otak normal dan ini bersama dengan penurunan TIK
menjelaskan aksi protektif.
Obat inhalasional seperti N2O dan obat volatil seperti
halotan, trikloretilen dan metoksifluran meninggikan TIK melalui
vasodilatasi pada pasien dengan jalur CSS normal dan dengan lesi
desak ruang intrakranial. Halotan juga mengurangi tekanan darah
sistemik hingga tekanan perfusi mungkin berkurang jauh.
Peninggian TIK mungkin diminimalkan bila didahului dengan
hipokapnia. Enfluran dan isofluran mempunyai efek serupa halotan,
namun isofluran kurang menimbulkan pembengkakan otak dibanding
halotan dan itu akan mengurangi metabolisme serebral yang
menyebabkannya pantas untuk bedah saraf.






Kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk


4. GAMBARAN KLINIK


TRIAD KLASIK

Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap
sebagai karakteristik peninggian TIK. Namun demikian, dua pertiga
pasien dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut,
sedang kebanyakan sisanya umumnya dua. Walau demikian, tidak
satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali
edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan masing-masing
berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.
Simtomatologi peninggian TIK tergantung lebih banyak pada
penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi
yang konsisten antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala.


NYERI KEPALA

Anatomi

Kebanyakan struktur dikepala tak sensitif nyeri, ahli bedah saraf
dapat melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena
tulang tengkorak dan otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri.
Struktur sensitif nyeri didalam kranium adalah arteria meningeal
media beserta cabangnya, arteri besar didasar otak, sinus venosus
dan bridging veins, serta dura didasar fossa kranial. Peninggian
TIK dan pergeseran otak yang terjadi membendung dan menggeser
pembuluh darah serebral, atau sinus venosus serta cabang utamanya
dan memperberat nyeri lokal. Nyeri yang lebih terlokalisir
diakibatkan oleh peregangan atau penggeseran duramater didaerah
basal dan batang saraf sensori kranial kelima, kesembilan dan
kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh spasme otot-otot
besar didasar tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri atau
ditambah dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja.
Nyeri kepala yang berhubungan dengan perubahan TIK telah
dijelaskan oleh Wolff. Nyeri kepala yang ditimbulkan pada pasien
berdiri dengan mengeluarkan CSS akan terasa dikening dan verteks.
Penambahan TIK hingga mencapai nilai setinggi 60 mmHg selama 1-2
menit dengan salin intratekal tidak menimbulkan nyeri kepala.
Juga tidak terjadi nyeri kepala setelah peninggian TIK dari 35 ke
70 mmHg dengan memompa cuff sekeliling leher atau dengan manuver
valsava. Karena peninggian TIK pada pasien secara artifisial
hanya untuk waktu yang singkat, diduga prosedur tersebut tidak
menyerupai hipertensi intrakranial. Dilain fihak, pasien Lundberg
tidak menunjukkan nyeri kepala pada gelombang plateau di tekanan
60-70 mmHg.
Jadi peninggian TIK bahkan hingga tingkat sangat tinggi
jarang menimbulkan nyeri kepala. Ini dijelaskan oleh postulat
penyebab nyeri kepala dengan penurunan TIK, tepatnya dengan
pengurangan volume CSS. Otak normal terapung dalam bantalan CSS.
Bila volume cairan dikurangi, otak akan bergeser tergantung
posisi tubuh. Pada saat yang sama, pembuluh serebral terutama
vena akan mengalami dilatasi untuk mengkompensasi pengurangan
volume CSS. Kombinasi dilatasi vena, traksi pada bridging veins
dan peregangan arteria pada basis akan menyebabkan nyeri kepala.
Bila TIK meningkat secara difus, pergeseran dan traksi pembuluh
darah minimal dan tidak cukup untuk menimbulkan nyeri kepala. Ini
mendukung bahwa traksi pembuluh darah atau kompresi dan invasi
terhadap dura basal yang sensitif nyeri, dibanding peninggian
TIK, adalah penyebab nyeri kepala pada pasien dengan lesi desak
ruang.
Darimanapun asalnya, jalan akhir yang paling umum untuk
nyeri terbatas pada saraf trigeminal, glossofaringeal dan vagus
bersama dengan akar posterior dari tiga saraf leher paling atas.


Jenis nyeri kepala
Nyeri kepala 'pressure' biasanya dengan intensitas yang tak
terlalu parah, mungkin terasa sebagai 'throbbing' atau
'bursting'. Diperberat oleh faktor yang menambah TIK atau
pergeseran otak seperti batuk, bersin, berbaring dll. Distribusi
nyeri kepala sering tidak spesifik dan sulit dilokalisir.
Mungkin terasa bilateral didaerah frontal atau oksipital namun
biasanya jauh dari lesi massa penyebab. Namun nyeri kepala yang
berawal atau berat didaerah oksipital, menyebar turun keleher,
mungkin diakibatkan massa difossa posterior; tumor sudut
serebelopontin sering menyebabkan nyeri persisten lokal disekitar
telinga. Nyeri kepala 'pressure' dapat dikurangi oleh analgesik
dan diperberat oleh alkohol.

Nyeri kepala pagi
Pasien dengan peninggian TIK secara klasik bangun pagi dengan
nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala pagi
ini pertanda terjadinya peningkatan TIK selama malam akibat
posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena depresi
pernafasan dan mungkin karena penurunan reabsorpsi CSS.
Penelitian kuantitatif menunjukkan penurunan ventilasi selama
fase tidur non-REM (rapid eye movement), dibandingkan saat
bangun; makin dalam tidur, makin lambat ventilasi. Apapun
mekanismenya, depresi respirasi menyebabkan CO2 alveolar yang
lebih tinggi dan PCO2 arterial bertambah dengan 3-7 mmHg
(Perubahan ini terjadi walau terjadi penurunan tingkat
metabolisme, yang ditunjukkan oleh penurunan produksi CO2 dan
konsumsi O2 sebesar 10-12 %). Peninggian PCO2 berakibat
vasodilatasi, dan peninggian volume darah intrakranial, TIK,
serta pembengkakan otak yang berakibat perburukan pada traksi
atau pergeseran pembuluh darah dengan konsekuensi nyeri kepala.
Setelah bangun, pasien dengan nyeri kepala mungkin muntah,
yang merangsang hiperventilasi dan menurunkan PCO2. Juga pasien
yang bangkit keposisi tegak akan berakibat penambahan venous
return yang secara sekunder menurunkan TIK. Pasien merasa lebih
baik dan mampu kembali keaktifitas normal. Karena gejala ini
sering dianggap psikologis, berakibat terlambat dalam
mendiagnosis.
Hampir pasti ada faktor lain sebagai tambahan terhadap
retensi CO2 selama tidur. Bahkan bila PaCO2 dikontrol pada
penderita cedera kepala, peninggian TIK sering ditemukan hanya
pada malam hari. Ini menimbulkan dugaan bahwa peninggian VDS yang
langsung berhubungan dengan diurnal rhytm, bertanggung-jawab atas
peningkatan TIK.


EDEMA PAPIL

Anatomi
Saraf optik adalah perluasan otak, lengkap dengan bungkus
meningeal dan rongga subarakhnoid. Tekanan intrakranial
karenanya dihantarkan kedaerah dimana akibatnya bisa langsung
diamati. Dua faktor membatasi nilai dari setiap pengamatan.
Pertama adalah waktu yang diperlukan untuk terjadinya edema
papil. Ini memerlukan beberapa hari pada TIK yang meninggi,
walau perdarahan mungkin terjadi pada saat peninggian TIK yang
akut dan berat seperti pada perdarahan subarakhnoid atau pada
cedera kepala. Kedua, bahkan pada peninggian TIK yang sudah
berlangsung lama mungkin gagal berakibat pada fundus bila bungkus
subarakhnoid sekitar saraf optik tidak berhubungan dengan rongga
subarakhnoid keseluruhan, baik karena anomali individual maupun
karena tumor mengobliterasi rongga sekeliling saraf optik.

Oftalmoskopi

Oftalmoskopik menunjukkan bahwa edema papil adalah khas dan
merupakan bagian penting pemeriksaan neurologik. Diskus optik
harus diteliti dengan hati-hati dengan sinar putih dan 'bebas
merah' yang akan memperlihatkan seluk beluk vaskular dan serabut
saraf lebih mudah. Head saraf yang normalnya berbatas tegas
menjadi membengkak dan pink, sering dengan bendungan vena
retinal, lipatan retinal (Paton) dan guratan perdarahan yang
menyebar radial dari diskus. Perubahan paling awal adalah
terisinya optic cup, yang berarti penekanan pada head saraf dari
mana pembuluh berasal. Dalam keadaan normal, serabut saraf tampak
membentuk berkas berlubang-lubang yang dikenal sebagai lamina
kribrosa. Kemudian sebagian medial diskus menjadi pink dan
tepinya menjadi kabur. Akhirnya tak tampak lagi diskus normal
yang tersisa, dan pembuluh memanjat pembengkakan berwarna pink
tersebut yang telah menggesernya. Vena tampak terbendung pada
tahap awal dan kemudian perdarahan berbentuk nyala api akan
terbentuk, menyebar dari diskus dan sering sepanjang pembuluh.
Tergantung berat dan durasi pembengkakan, saraf optik mungkin
pulih sempurna bila TIK turun. Namun bila pembengkakan
berlangsung lama dan be- rat, atrofi optik dan gangguan visual
mungkin terjadi. Sekali terjadi, atrofi mungkin memburuk bahkan
bila peninggian TIK telah diatasi dan pasien akan menjadi buta.
Menghindari hal tersebut mengharuskan tindakan sangat segera
terhadap penderita dengan edema papil berat, bahkan pada visus
yang normal dan tidak ada bahaya kompresi batang otak yang
mengancam dalam waktu sing- kat.
Diagnosis diferensial edema papil antaranya hipertensi
malignan, pseudopapilledema dll.

Aspek klinik
Edema papil tidak biasa terjadi pada usia ekstrem kehidupan. Pada
bayi, akibat peninggian TIK kronik adalah pembesaran kepala.
Sutura terpisah, dura teregang, ubun-ubun menggembung serta vena
scalp membesar. Pada usia tua, otak sering telah atrofi dan
perluasan massa seperti hematoma subdural kronik mungkin tidak
menyebabkan peninggian TIK yang sangat untuk waktu yang relatif
lama.
Kebanyakan pasien tidak sadar akan edema papilnya dan
terkejut oleh kegawatan keluhan lain yang ditemukan setelah
fundusnya diperiksa. Akhirnya penglihatan terganggu. Lapang
pandang menunjukkan pembesaran bintik buta dan kemudian
konstriksi periferal. Anak-anak mungkin enggan mengeluhkan
penurunan penglihatannya.

Amaurosis Fugax
Kehilangan penglihatan intermiten lebih sering dari perburukan
yang menetap. Episode ini disebut serangan ambliopik atau
amaurosis fugax dan memiliki arti klinik penting. Ia merupakan
episode jelas dari kebutaan parsial atau lengkap, berakhir
biasanya kurang dari se- menit, terjadi beberapa kali sehari,
sering untuk beberapa bulan. Ia mungkin berupa penglihatan yang
gelap total, kekaburan atau pengabu-abuan dengan kehilangan
persepsi warna. Episode dipresipitasi oleh bangun mendadak dari
posisi horizontal terutama sering pada saat bangkit dari tempat
tidur dipagi hari; juga membungkuk dan menggeliat. Perubahan
postural pada catu darah lokal mungkin berperan pada serangan ini
yang umumnya terjadi pada edema papil berat dan mungkin
disalahtafsirkan sebagai epilepsi, vertigo atau pingsan.

Mekanisme edema papil
Yang pertama tampak secara histologis pada diskus yang membengkak
adalah dilatasi aksonal mengikuti musnahnya transport aksoplasmik
orthograde pada neuron retinal saat melalui pelat kribriform.
Transport aksoplasmik merupakan lalu lintas yang rumit dari
organel intraseluler dari inti sel ke sinaps (orthograde) atau
sebaliknya (retrograde). Pembendungan vaskular dan edema menambah
pembengkakan namun perubahan pertama ditemukan pada serabut
saraf.
Mula-mula diduga bila TIK meninggi, CSS didesak sepanjang
selaput subarakhnoid saraf optik, tekanan ini dihantarkan pada
vena sentral retina dimana ia menyilang rongga subarakhnoid.
Edema head saraf terjadi dan vena retinal menjadi terbendung.
Bagaimanapun, mekanisme yang benar yang menimbulkan perubahan
tersebut belum sepenuhnya dimengerti namun mungkin terdiri dari
campuran faktor hipoksik, mekanikal dan vaskular.


MUNTAH

Mungkin ditemukan pada peninggian TIK oleh semua sebab, namun
biasanya untuk masa kini merupakan tampilan yang terlambat dan
diagnosis biasanya dibuat sebelum ia timbul. Ia mungkin jelas
merupakan gambaran dini dari tumor ventrikel keempat yang
langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi hampir selalu
meninggikan TIK akibat obstruksi aliran CSS juga dan mungkin
tidak mudah menentukan mekanisme mana yang dominan.
Muntah akibat peninggian TIK biasanya timbul setelah bangun,
sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau sering dijelaskan
sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat dan tanpa
peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran yang menarik
perhatian. Anak dengan tumor, muntah lebih sering dari dewasa dan
sering tanpa keluhan nyeri kepala apapun. Ini mungkin berhubungan
dengan frekuensi yang tinggi tumor fossa posterior pada anak yang
menimbulkan baik peninggian TIK maupun tekanan lokal terhadap
medulla.


TANDA-TANDA LAIN

Bradikardia dan peninggian tekanan darah sistemik selalu
dijelaskan pada textbook, namun biasanya merupakan tanda yang
lambat pada praktek klinik. Penelitian terakhir penderita dengan
peninggian TIK memperlihatkan bahwa mereka mungkin asimtomatis
dan memiliki tingkat denyut dan tekanan darah normal, bahkan bila
TIK lebih besar dari 75 mmHg untuk beberapa menit. Bradikardi dan
hipertensi arterial disebabkan oleh distorsi atau iskemia batang
otak dan tidak berhubungan dengan tingkat tertentu dari
peninggian TIK. Ini biasanya lambat terjadi dan merupakan tanda
berbahaya dalam perjalanan dan perluasan lesi desak ruang. Dilain
fihak, tumor fossa posterior dapat menyebabkan bradikardia
melalui tekanan langsung.
Yang menyebabkan diagnosis klinik peninggian TIK sulit
adalah bahwa distorsi otak sering terjadi; ini mungkin sedikit
lebih dari pada perburukan nyeri kepala dengan kegelisahan dan
penurunan tingkat kesadaran untuk menunjukkan bahwa TIK meninggi,
dan bahkan tanda ini mungkin bukan akibat langsung dari perubahan
tekanan. Gangguan kesadaran mungkin akibat pergeseran kekaudal
dari diensefalon dan otak tengah. Keadaan peninggian TIK yang
lebih kronik berhubungan dengan obtundasi mental.
Tanda-tanda lain yang umum tampak pada pasien dengan
peninggian TIK, seperti dilatasi pupil, ptosis bilateral,
gangguan upgaze, ekstensi terhadap nyeri dan irregularitas
pernafasan adalah akibat baik herniasi tonsilar maupun tentorial
atau kerusakan langsung batang otak oleh lesi, dengan atau tanpa
TIK menjadi tinggi pada waktu tersebut.
Pupil yang lonjong adalah tanda penting dan menunjukkan
tahap transisi antara pupil normal dan pupil yang fixed dan tak
bereaksi. Itu menunjukknan hipertensi intrakranial yang bermakna
secara klinis, dan mungkin terjadi saat TIK 20-30 mmHg (Marshall,
1983).


NYERI KEPALA TEKANAN RENDAH (LOW PRESSURE HEADACHE)

Nyeri kepala yang sering terjadi setelah pungsi lumbar mungkin
disebabkan kebocoran yang terus-menerus CSS dari rongga
subarakhnoid setelah tindakan. TIK yang lebih rendah, meniadakan
bantalan untuk otak, jadi menyebabkan traksi terhadap pembuluh
intrakranial yang sensitif nyeri. Kejadian yang serupa kadang-
kadang terjadi setelah operasi pintas bila katup yang digunakan
terbuka pada tekanan rendah yang tidak benar hingga terlalu
banyak CSS dialirkan ke peritoneum.
Nyeri kepala juga terjadi setelah kraniektomi luas dimana
flap scalp rebah kedalam, menyebabkan traksi pada struktur
sensitif nyeri. Jenis nyeri kepala tekanan rendah ini membaik
setelah kranioplasti (Fodstad, 1984).


MENILAI GANGGUAN KESADARAN

Sistem penilai tingkat kesadaran yang digunakan secara luas saat
ini adalah Skala Koma Glasgow. Tiga petunjuk utama dari kesadaran
adalah: membuka mata, respons verbal dan respons motor.
Dengan menetapkan nilai pada tingkat ketiga kategori yang
dinilai pada skala, indeks dari respons pasien pada saat
penilaian dapat dicatat dengan menjumlahkan ketiga nilai
tersebut. Skala memberikan nilai maksimal 15 dan minimal 3 yang
disebut sebagai Skor Koma Glasgow (SKG/GCS).
Skala Koma Glasgow tidak mudah digunakan pada anak kecil.
Karenanya digunakan Skala Koma Glasgow Anak dengan modifikasi
pada nilai respons verbal (nilai maksimal tetap 15 dan minimal 3).


Tabel 1
Glasgow Coma Scale Glasgow Coma Score
Eye opening (E)
Spontaneous with blinking 4
To call 3
To pain 2
None 1
Motor response (M)
Obeys commands 6
Localizes pain 5
Normal flexion (withdrawal) 4
Abnormal flexion (decorticate) 3
Extension (decerebrate) 2
None (flaccid) 1
Verbal response (V)
Oriented 5
Confused coversation 4

Inappropriate words 3

Incomprehensible sounds 2
None 1

GCS cum score = (E+M+V); best possible score = 15;
worst possible score = 3


Untuk anak-anak, dipakai Skala Koma Glasgow untuk anak-anak,
tetapi dengan perubahan pada skor verbalnya bagi anak yang berusia
kurang dari 4 tahun (skor respons membuka mata dan respons
motornya seperti dewasa) :
Skor Verbal SKG/GCS Pediatrik.
Tabel 2

Verbal Respons V-score
Appropriate words or social smile, fixes and follows 5
Cries, but consolable 4
Persistenly irritable 3
Restless, agitated 2
None 1


Dimasa lalu digunakan Skor Koma Anak (SKA/CCS) dengan
nilai maksimum 11.
Tabel 3

Children Coma Scale Children Coma Score
Ocular response (O)
Pursuit 4
Extraocular muscles (EOM) intact,reactive pupils 3
Fixed pupils or EOM impaired 2
Fixed pupils and EOM paralyzed 1
Motor response (M)
Flexes and extends 4
Withdraws from painful stimuli 3
Hypertonic 2
Flaccid 1
Verbals response (V)
Cries 3
Spontaneous respiration 2
Apneic 1

Total maximum score = 11,
Total minimum score = 3



KESIMPULAN

Triad nyeri kepala, muntah dan edema papil adalah indikator
klinik klasik dari hipertensi intrakranial. Edema papil adalah
tanda yang dapat dipercaya bahwa TIK meninggi atau tinggi, namun
itu memerlukan waktu untuk terjadinya, sedang nyeri kepala dan
muntah mungkin tidak dijumpai selama peninggian TIK yang berat.
Tanda lain seperti mengantuk, bradikardia, hipertensi arterial,
dilatasi pupil, rigiditas deserebrasi dan perubahan respiratori
yang tampak pada beberapa pasien dengan TIK yang tinggi adalah
lebih karena pergeseran, distorsi atau herniasi otak dari pada
tingkat tekanan spesifik. Bagaimanapun peninggian TIK pada setiap
pasien sering mendahului dan ini adalah pertanda untuk perburukan
neurologis yang mengancam.
Dengan bertambahnya pengalaman, jelas bahwa tanda dari
peninggian TIK mungkin tidak dapat dipercaya. Tanda-tanda CT
tidak mutlak dan tidak selalu ada, dan karenanya tidak dapat
digunakan untuk pemantauan.
Bila tingkat absolut TIK perlu diketahui, baik untuk
diagnosis maupun untuk mengetahui gangguan dinamika CSS, atau
untuk mengamati pengaruh pengobatan, ini hanya dapat dicapai
dengan pemantauan TIK secara langsung dan bersinambung.

kkkkkkkkkkkkkkkk
8. APLIKASI KLINIK

Pengukuran TIK yang sinambung menjadi prosedur klinik
standar sejak dipelopori Guillaume dan Janny (1951) dan
Lundberg (1960). Gunanya untuk :

1. sebagai penuntun terapeutik dalam pengobatan pening-
gian TIK pada cedera kepala atau,
2. sebagai tes diagnostik pada kelainan sirkulasi CSS.


PEMANTAUAN UNTUK TERAPI

Bila mungkin, penyebab peninggian TIK seperti bekuan
darah, tumor atau hidrosefalus harus ditindak. Bagai-
manapun pemantauan TIK merupakan aplikasi khusus pada
keadaan dimana faktor penyebab tidak dapat ditindak se-
cara operatif, seperti:

1. pembengkakan otak difus setelah cedera kepala atau
hipoksia atau
2. pada keadaan dimana kemungkinan besar TIK akan me-
ninggi, seperti setelah evakuasi klot intrakranial.

Prinsip dibalik pemantauan adalah bahwa peninggian TIK
berat, terutama bila disertai pergeseran otak, akan
menyebabkan kerusakan otak, dan selanjutnya otak yang
sudah cedera sangat mudah untuk mendapat cedera beri-
kutnya. Keputusan untuk mengamati pasien harus berdasar
pertimbangan akan risiko akan berkembangnya hipertensi
intrakranial.
Penyebab paling umum dari peninggian TIK dan apli-
kasi utama untuk pemantauan adalah cedera kepala. Bebe-
rapa keadaan klinik lain mungkin juga disertai dengan
peninggian TIK.


CEDERA KEPALA

Sekitar 40% pasien yang datang yang tidak sadar setelah
cedera kepala mempunyai TIK yang meninggi (Miller, 19-
77). Pada 50% dari yang mati, peninggian TIK adalah pe-
nyebab utama. Makin tinggi TIK, makin besar mortalitas.
Pada beberapa pasien peninggian TIK mungkin secara se-
derhana menggambarkan beratnya cedera otak primer. Di-
lain fihak cedera otak primer mempunyai potensi untuk
pulih dan pada kelompok ini tindakan aktif merupakan
penyelamat hidup. Sialnya hingga saat ini belum ada me-
toda yang tersedia yang membedakan kedua kelompok pada
awalnya.

Tabel 3
Tingkat TIK dan Mortalitas pada Penderita Cedera Kepala
Berat (Miller, 1983).
-------------------------------------------------------
Tingkat TIK Mortalitas
-------------------------------------------------------
kurang dari 20 mmHg 18%
lebih dari 20 mmHg 45%
lebih dari 40 mmHg 74%
lebih dari 60 mmHg 100%
-------------------------------------------------------

ADS pada Cedera Otak
Pada cedera otak, pengukuran langsung memperlihatkan
hubungan antara ADS dan tekanan darah arterial adalah
variabel dan tak dapat diprediksi.
ADS mungkin menurun bahkan bila TPS 80-90 mmHg,
mungkin menandakan perbedaan regional. Ini mungkin ka-
rena hilangnya autoregulasi, baik lokal maupun global,
bersama dengan akibat kompresi dan distorsi bed vasku-
ler sekitar daerah cedera. Jadi otak yang cedera lebih
terancam terhadap iskemia pada tingkat perfusi serebral
yang dapat ditolerasi otak normal. Ini ditampilkan oleh
hubungan yang erat antara hipotensi sistemik (sistolik
kurang dari 90 mmHg) dan outcome yang buruk.
Penyebab peninggian TIK tersering dan terpenting
setelah cedera kepala adalah lesi massa, baik klot atau
kontusi otak berat dan ini harus dilacak dan ditindak
secara operatif sesegera mungkin. Bagaimanapun TIK me-
ninggi pada 32% pasien dengan diffuse injury dan pada

69% pasien dengan kontusi serebral tidak memerlukan o-
perasi. Selanjutnya TIK tetap meninggi pada lebih dari
setengah pasien dengan cedera kepala berat, bahkan se-
telah lesi massanya dibuang (Miller, 1981).

Keadaan yang Memerlukan Pemantauan
Keputusan untuk melakukan pemantauan TIK terhadap pa-
sien cedera kepala berdasarkan pada keadaan klinis dan
CT scan. Tanda klinis paling penting adalah penurunan
tingkat kesadaran, gangguan upward gaze, dan pupil yang
tak ekual. Bila CT scan menunjukkan lesi massa dengan
pergeseran otak, biasanya harus dioperasi seketika itu
juga. Bila tidak ada lesi massa, indikasi pemantauan
TIK lebih kontroversial. Faktor-faktor yang harus di-
pertimbangkan adalah:

Kedalaman Koma
Ditentukan oleh Nilai Koma Glasgow. Pemantauan TIK di-
lakukan pada penderita yang tidak membuka mata (1), ti-
dak ada respons verbal (1), serta fleksi namun berres-
pons yang tidak bermakna terhadap nyeri (3), dengan ni-
lai lima atau kurang. Bagaimanapun, faktor lain seperti
CT scan mungkin menentukan untuk mengamati TIK pada ni-
lai yang lebih tinggi.

Pasien yang Secara Klinis Tidak Dapat Diperiksa
Pasien dengan cedera multipel mungkin memerlukan sedasi
dan paralisis, memusnahkan alat yang paling sensitif a-
tas fungsi otak, pemeriksaan neurologis. Aspek ini me-
nyebabkan keharusan pertimbangan yang hati-hati dalam
memutuskan tindakan sedasi atau paralisa. Perawatan
klinis karenanya tergantung pada prosedur yang kurang
sensitif dan lebih kompleks yaitu pemantauan TIK dan CT
scanning regular.

Kemungkinan T.I.K. Akan Meninggi Kemudian
CT scan abnormal mungkin menunjukan bahwa TIK meninggi
atau akan meninggi (Klauber, 1984). Tanda CT spesifik
termasuk pembengkakan otak difus, pergeseran garis te-
ngah, obliterasi sisterna ambient, dilatasi ventrikel
berlawanan dan klot kecil multipel intraserebral. Pasi-
en dengan tanda CT demikian harus diawasi ketat. Setiap
perburukan pada tingkat kesadaran menunjukkan akan per-
lunya tindakan mengurangi TIK dengan bimbingan penga-
matan TIK.
CT scan normal pada pasien tidak sadar mengurangi
risiko peninggian TIK hingga 15% (Lobato, 1986). Namun
pada kelompok ini, TIK yang tinggi berhubungan dengan
hipotensi (kurang dari 90 mmHg saat masuk), postur mo-
tor, usia lebih dari 40 dan Nilai Skala Glasgow kurang
dari 5 (Narayan, 1982). Ada yang menyarankan agar semua
pasien tidak sadar dengan kontusi paru-paru luas harus
mendapatkan pemantauan TIK (Smith, 1986).
TIK mungkin meninggi setelah pengangkatan klot in-
trakranial; ini lebih sering terjadi setelah operasi
hematoma subdural akut.
Pasien cedera kepala yang mandapatkan hemodialisis
karena gagal ginjal, TIK harus diamati karena risiko
terjadinya pembengkakan otak akibat imbalans osmotik
dalam sindroma disekuilibrium (Yoshida, 1987).
Pernah diteliti bahwa pasien cedera kepala berat
dapat dikelola tanpa pemantauan TIK dan outcomenya di-
bandingkan dengan yang mendapatkan pemantauan TIK (Stu-
art, 1983). Namun dalam penelitian ini pengobatan yang
serupa, seperti ventilasi artifisial dan larutan hiper-
tonis intravena, yang digunakan pada pasien ini adalah
yang dipakai untuk TIK yang sudah meninggi. Ini meru-
pakan metoda yang kurang tepat untuk mengobati pening-
gian TIK, dan pada pasien ini mungkin ada yang TIK nya
tidak meninggi dan pada yang lainnya, inisiasi tindakan
terhadap peninggian TIK mungkin terlambat.

Tingkat T.I.K. yang Memerlukan Tindakan
Pada pasien yang diperiksa, disfungsi neurologis dapat
ditemukan bila TIK mencapai 25 mmHg. Ini biasanya diam-
bil sebagai patokan memulai tindakan aktif. Namun otak
yang cedera sangat terancam oleh perubahan tekanan dan
beberapa menganjurkan tindakan bila tekanan melebihi 15
mmHg (Saul dan Ducker, 1982, Smith, 1986). Terdapat pe-
ningkatan bukti bahwa tindakan yang segera dan agresif
terhadap sedikit peninggian TIK akan mencegah pening-
gian tekanan yang fatal dan tak terkontrol yang timbul
kemudian (Narayan, 1982).
Tekanan darah harus diamati teliti bersamaan me-
lalui kateter arterial hingga TPS dapat dihitung. Pada
otak normal ADS konstan hingga TPS lebih rendah dari 40
-50 mmHg. ADS pada otak yang rusak mungkin berkurang
bila TPS kurang dari 90 mmHg, hingga bahkan periode hi-
potensi yang singkat mungkin berakibat iskemia otak,
memperberat cedera otak total. Saat peninggian TIK ada-
lah berbahaya pada pasien cedera kepala, hipotensi ar-
terial mungkin bahkan memperburuk kerusakan, menye-
babkan iskemia otak selama pengurangan tekanan. Pem-
bengkakan yang iskemik ini mengganggu reperfusi saat
tekanan arterial sudah membaik.

Durasi Pemantauan
Pemantauan TIK harus dilanjutkan hingga TIK stabil pada
kurang dari 20 mmHg paling tidak untuk 24 jam, dengan
pernafasan spontan. Bila diperlukan pemantauan TIK me-
lalui jalur ventrikuler untuk lebih dari tiga hari atau
melalui jalur subdural untuk lebih dari 5-7 hari, po-
sisi kateter atau baut harus dipindahkan untuk mengu-
rangi risiko infeksi.


PERDARAHAN SUBARAKHNOID

Penyebab utama kematian setelah perdarahan subarakhnoid
aneurismal adalah perdarahan ulang dan kerusakan otak
iskemik tertunda, yang secara sederhana dikenal sebagai
vasospasme. Perdarahan ulang hanya dapat dicegah dengan
operasi clipping terhadap aneurisma. TIK meninggi pada
tingkat yang tinggi mencapai TD sistolik pada saat per-
darahan, dan baik kebocoran aneurisma maupun ADS segera
menetap (Nornes, 1973). Tekanan menetap tinggi karena
klot atau pembengkakan iskemik. Dilain fihak, mungkin
semula tenang dan meningkat kemudian karena vasospas-
me atau hidrosefalus. Indikasi pemantauan TIK setelah
perdarahan subarakhnoid adalah:

Koma
Setelah perdarahan subarakhnoid berat, TIK mungkin
tinggi dan TD labil. Karenanya TPS mungkin sangat ren-
dah namun ini tidak dapat dilacak kecuali TIK dan TD
arterial diukur bersamaan.

Pembimbing Tindakan Hipervolemik Terhadap Vasospasme
Iskemia otak akibat penyempitan arteria serebral mung-
kin timbul beberapa hari setelah perdarahan. Ini terse-
ring akibat substansi vaso-aktif yang terbentuk dari
klot darah subarakhnoid. Hingga saat ini tidak ada tin-
dakan langsung terhadap penyempitan vaskular (termasuk
Nimodipin diragukan efeknya) dan satu-satunya cara un-
tuk mempertahankan ADS diatas tingkat iskemik adalah
meninggikan perfusi serebral dengan hipervolemia dan
hipertensi yang dikontrol. Namun ini dapat menyebabkan
peninggian TIK yang nyata yang mana bahkan kelak akan
mengurangi TPS. Penting untuk mengetahui hal ini dimana
pengukuran TIK yang rendah dapat didapat pada saat yang
sama (Kaye dan Brownbill, 1981).


HEMATOMA INTRASEREBRAL

Kematian dan kesakitan hematoma intraserebral secara
keseluruhan tetap tinggi. Sering tidak jelas apakah he-
matoma harus dioperasi. Pemantauan TIK mungkin berguna
sebagai pembimbing pada hematoma mana yang menyebabkan
peninggian TIK (Duff, 1981, Ropper dan King, 1985). Ini
menunjukkan perlunya operasi dan tindakan yang lebih
aktif terhadap TIK (Galbraith dan Teasdale, 1981).


SINDROMA REYE

Pemantauan TIK penting dalam mengelola keadaan isti-
mewa. Selama perbaikan dari penyakit virus ini, anak
mengalami muntah yang persisten, delir dan gangguan ke-
sadaran hingga koma. Ini pertanda disfungsi hati ter-
masuk peninggian ammonia darah dan hipoglkemia berat
(Reye, 1963).
Edema serebral adalah penyebab utama kematian.
Kunci tindakan adalah mencegah kerusakan otak akibat
peninggian TIK dan hipoglikemia. Tindakan aktif terha-
dap peninggian TIK mengurangi kematian dari 80% hingga
20%, hingga bagi yang berpengalaman kelainan ini seka-
rang hanya menimbulkan kematian dan kesakitan yang ren-
dah (Trauner, 1980). Indikasi pemantauan TIK adalah:

1 tingkat ammonia lebih dari 300 mg/100ml (normal ku-
rang dari 150)
2 penurunan cepat tingkat kesadaran.

Metoda yang biasa digunakan untuk mengontrol TIK. Ste-
roid tetap bermanfaat. Kejang dapat menyebabkan pening-
gian TIK yang persisten atau berulang dan ini mungkin
tidak terlihat pada pasien yang paralisis. Antikonvul-
san diberikan profilaktik.


TUMOR OTAK

Penelitian Lundberg, 1960, mula-mula dilakukan pada pa-
sien tumor otak yang menunggu operasi. Gelombang tekan-
an, terutama gelombang plato yang berbahaya, mula-mula
didemonstrasikan.
Mengingat penggunaan yang luas dari pemantauan TIK
pada cedera kepala saat ini, kurangnya data untuk pasi-
en tumor otak menunjukkan bahwa kebanyakan ahli bedah
saraf tidak menganggap ada manfaat dari pemantauan ter-
sebut. Juga kebanyakan tumor jinak dapat diangkat leng-
kap dan pembengkakan otak pasca operasi sekarang dapat
ditekan dengan anestesia modern, steroid, perawatan pa-
ru-paru yang lebih baik, instrumen yang lebih baik se-
perti aspirator ultrasonik, laser dan yang terpenting
penggunaan teknik micro-surgical. Kebanyakan pasien se-
gera bangun setelah operasi dan diikuti perjalanan pas-
ca operasi yang baik.
Ada beberapa keadaan dimana pemantauan TIK berman-
faat pada pasien dengan tumor otak. Komplikasi yang u-
mum terjadi pada operasi fossa posterior adalah hidro-
sefalus obstruktif, baik sebagai hidrosefalus prabedah
yang persisten atau sebagai komplikasi dari tindakan.
Dilatasi ventrikel dapat terjadi segera menyebabkan
perburukan dengan cepat. Bila terdapat risiko obstruk-
si CSS, pemantauan TIK pasca bedah akan melacaknya se-
cara dini dan CSS dapat dialirkan untuk mendapatkan te-
kanan yang diinginkan. Walau shunting mungkin diperlu-
kan sebagai tindakan definitif dari komplikasi, penga-
matan TIK dan drainase adalah sistem peringatan dini
yang sangat berguna.
Keadaan lain dimana pemantauan TIK dilakukan ada-
lah pada operasi glioma dimana otak tetap membengkak
setelah operasi (Constantini, 1988). Hal serupa pada
penderita tumor yang inoperabel yang merupakan kandi-
dat radio atau kemoterapi, namun tidak ditemukan bahwa
pemantauan bermanfaat pada pasien dengan tumor maligna.


PEMANTAUAN UNTUK DIAGNOSIS

Hidrosefalus Tekanan Normal (H.T.N)
Normal Pressure Hydrocephalus (N.P.H)
(Sinonim: Occult Hydrocephalus, Low Pressure Hydroce-
phalus)

Hidrosefalus mungkin berakibat dementia progresif, a-
taksia dan inkontinensia bahkan walaupun TIR tidak me-
ninggi secara persisten. Keadaan ini yang disebut HTN,
khas terjadi pada usia menengah atau tua. Gambaran kli-
nik yang khas adalah:

1 perlambatan mental
2 kelainan langkah
3 inkontinensia urinari.

HTN mungkin mengikuti perdarahan subarakhnoid, cedera
kepala atau meningitis. Namun sepertiga pasien dengan
beberapa atau semua triad klinis tidak diketahui penye-
babnya. Pada kelompok ini, perbedaan antara demensia a-
kibat kelainan Alzheimer atau akibat hidrosefalus mung-
kin sulit.
Pada kebanyakan pasien efek klinik ini pulih de-
ngan shunting CSS. Respons klinik paralel dengan pengu-
rangan ukuran ventrikel. Pada saat ini diagnosis teru-
tama berdasarkan temuan klinik, diperkuat oleh CT scan-
ning. Pengobatan lebih berhasil bila:

1 penyebab potensial diketahui
2 kelainan langkah adalah temuan pertama dan utama,
serta demensianya pada tingkat sedang
3 CT scan menunjukkan ventrikel yang besar dengan sedi-
kit gambaran atrofi kortikal. Pada beberapa pasien CT
scan juga memperlihatkan densitas rendah periventri-
kuler yang diduga suatu pasasi CSS trans ependimal
kerongga ekstraseluler. Ini merupakan indikator yang
baik pada hidrosefalus yang aktif.

Kelainan yang menyebabkan timbulnya hidrosefalus
haruslah kelainan pengaliran atau resorpsi CSS, namun
sangat sulit untuk mengukurnya secara klinis. Berbagai
tes untuk mengukur aliran CSS dan tahanan pengaliran
sudah diupayakan (Borgesen dan Gjerris, 1982; Katzman
dan Hussey, 1970). Namun tak ada tes tunggal yang ter-
bukti dapat dipercaya dalam memprediksi efek dari shun-
ting, hingga tak satupun yang digunakan secara rutin.
Hal serupa, pengukuran ADS menunjukkan bahwa ADS cen-
derung meninggi dengan pengurangan ukuran ventrikel na-
mun peningkatan ADS tidak nyata korelasinya dengan per-
baikan neurologis (Vorstrup, 1987).
Pemantauan TIK akan mempertegas bahwa TIK adalah
normal atau rendah, dan memastikan bahwa ini mungkin
respons terhadap shunting. Pada pasien ini terdapat pe-
ninggian jumlah gelombang tekanan spontan nokturnal,
biasanya gelombang B (Crockard, 1977). Karena pencatat-
an gelombang denyut yang akurat diperlukan, kateter
ventrikuler harus digunakan dan TIK dicatat secara si-
nambung dalam dua malam yang berturutan.
Karenanya pemantauan TIK bernilai pada keadaan be-
rikut:

1 sindrom kliniknya khas, khususnya bila demensianya
jelas dan langkah relatif kurang terganggu
2 tak ada kausa yang diketahui
3 CT scan menunjukkan atrofi kortikal yang jelas serta
dilatasi ventrikuler.


HIDROSEFALUS DEKOMPENSATA

Dekompensasi yang perlahan dari hidrosefalus yang jelas
arrested mungkin terjadi pada anak dan dewasa tanpa
bukti klinik peninggian TIK, keadaan yang serupa de-
ngan HTN. Tampilan intelektual yang buruk, nyeri kepala
dan clumsiness mungkin semuanya merupakan bagian dari
hidrosefalus, harus diingat sebagai risiko yang harus
dihadapi pada ketergantungan seumur hidup terhadap
shunting. Pemantauan TIK akan memastikan dinamika CSS
abnormal bila menunjukkan garis dasar yang agak mening-
gi dan pertambahan pada gelombang B spontan.
Pada pasien dengan shunt, keefektifan shunt mung-
kin diukur dengan pengukuran TIK. Tekanan mungkin
diukur melalui reservoar proksimal dari katup shunt.
Pengukuran tekanan tunggal umum digunakan sebagai bagi-
an dari penelitian fungsi shunt dengan isotop (Reilly,
1989). Pilihan lain, tekanan mungkin dicatat secara si-
nambung (Leggate, 1988).


HIPERTENSI INTRAKRANIAL JINAK (H.I.J)
BENIGN INTRACRANIAL HYPERTENSION (B.I.H)

Penyebab keadaan ini tidak diketahui, dimana TIK me-
ninggi tanpa dilatasi ventrikuler. Umumnya terjadi pada
wanita muda gemuk, dan diperkirakan adanya penyebab en-
dokrin, namun tidak dapat dibuktikan. Vasopressin CSS
meningkat (Sorensen, 1986). Obstruksi sinus vena juga
dipostulasikan, berasal dari komplikasi infeksi telinga
tengah, karenanya dahulu disebut 'hidrosefalus otitik'.
Edema papil dan gangguan visual yang mengikuti adalah
komplikasi terpenting.
Karena jalur CSS berhubungan bebas, tekanan disa-
lurkan ekual diseluruh kompartemen kraniospinal dan ti-
dak ada pergeseran. Walau tekanan sangat tinggi, pasien
tetap alert dan mungkin dengan sedikit sakit kepala.
Keadaan ini biasanya pulih sendiri dan sasaran
tindakan adalah mencegah kelainan visual akibat TIK
yang terus tinggi. Steroid, pungsi lumbar berulang dan
shunt spino-peritoneal adalah metoda tindakan yang nor-
mal. Slitting selubung saraf optik dalam orbita kadang-
kadang dilakukan untuk langsung mengurangi tekanan pada
saraf optik.
Pemantauan TIK dilakukan bila ada keraguan akan
perubahan fundal yang bermakna atau bila tidak dapat
dipastikan bahwa keadaan akan stabil. Pemantauan me-
lalui kateter lumbar subarakhnoid akan memuaskan dan a-
man pada keadaan ini.


INDIKASI LAIN

Pemantauan TIK harus dipikirkan pada setiap keadaan di-
mana TIK mungkin meninggi, seperti pembengkakan otak
hipoksik setelah tenggelam, meningitis berat pada usia
anak-anak dan encefalitis herpes simpleks (Barnett, 19-
88).
Kkkkkkkkkkkkkkkk

9. PENGENDALIAN T.I.K YANG TINGGI

Pengobatan peninggian TIK harus dimulai sesegera mung-
kin. Pengalaman pada pengobatan pasien cedera kepala
menunjukkan bahwa tindakan dini dan agresif terhadap
peninggian TIK sedang akan mengurangi kejadian pening-
gian kemudian yang tak terkontrol (Saul dan Ducker, 19-
82; Marshall, 1983). Namun pasien dengan kelainan in-
traserebral akut seperti cedera kepala dan stroke harus
dianggap mempunyai TIK yang meninggi hingga dibuktikan
tidak. Pada semua tahap tindakan, yang dimulai pada
tempat kejadian, semua faktor yang dapat meninggikan
TIK harus dihindarkan.
Pemantauan TIK akan memberikan kewaspadaan yang
terbesar terhadap tindakan anestetik dan perawatan
standar yang akan meningkatkan TIK. Contohnya TIK mung-
kin meninggi ketingkat ekstrem saat dilakukan intubasi
bila cadangan volume intrakranial sudah berkurang kare-
na berbagai sebab. Membalik pasien, fisioterapi dada
dan pengisapan endotrakheal semua secara tajam mening-
gikan TIK bahkan saat pasien dalam paralisa. Pada pasi-
en dengan peninggian TIK, dianjurkan memberikan dosis
yang berulang barbiturat aksi pendek sebelum tindakan
tersebut.
Beberapa perhatian khusus harus selalu dilakukan
saat perawatan, intubasi dan anestesi terhadap pasi-
en. Harus dilakukan pemeriksaan ulang terhadap aspek
yang serupa bila TIK meninggi sebelum melakukan metoda
yang lebih aktif dan rumit untuk menguranginya (Shalit
dan Umansky, 1977)


TINDAKAN PRIMER

Prosedur perawatan standar yang dapat digunakan pada
semua pasien yang mengalami atau akan mengalami pe-
ninggian TIK (Jones dan Cayard, 1982); Kenning, 1981):

1 posisi: kepala terangkat (bila mungkin hingga 30o)
untuk mengurangi tekanan vena sentral. Walau pening-
gian kepala mengurangi TIK, mungkin terjadi pengu-
rangan tekanan arterial hingga mengurangi TPS, hingga
menambah kebutuhan akan pengawasan yang lebih hati-
hati (Roster dan Coley, 1986); Durward, 1983)
2 normotermia
3 pengurang nyeri adekuat
4 tidak ada konstriksi leher oleh postur yang tidak ba-
ik, tali endotrakheal atau bebat.


TINDAKAN AKTIF

Penting untuk mendasarkan kemungkinan penyebab pening-
gian TIK dalam pikiran setelah suatu cedera kepala:

1 lesi massa (klot atau kontusi)
2 penambahan volume darah serebral
3 penambahan air otak (edema)
4 penambahan CSS

Lesi massa harus dilacak dengan CT dan dibuang sesegera
mungkin. Penyebab utama peninggian TIK dalam 24 jam
pertama setelah cedera kepala mungkin dilatasi serebro-
vaskuler yang menyebabkan peninggian volume darah se-
rebral (Marmarou, 1987).
Edema otak kurang umum pada mulanya, kecuali seki-
tar kontusi otak, namun mungkin timbul belakangan. Obs-
truksi jalur CSS tidak biasa segera setelah cedera ke-
pala kecuali terdapat perdarahan intraventrikuler, yang
juga dilacak dengan CT scanning.

Ventilasi
Vaskulatur serebral paling peka terhadap perubahan PCO2
dari kadar normalnya sekitar 40 mmHg. Hubungan antara
ADS dan PCO2 arterial tetap linier hingga sekitar 20
mmHg dan pengurangan selanjutnya mempunyai sedikit e-
fek atas ADS. Bahkan pada cedera kepala berat pembuluh
darah serebral biasanya mempertahankan sedikit reaksi
terhadap PCO2 walau mungkin lebih kecil dari normal.
TIK berkurang dalam beberapa menit setelah hiperventi-
lasi, dan walau mekanisme penyangga pada CSS dan cairan
ekstraselular segera memulihkan pH kenormal, efeknya
mungkin berakhir dalam beberapa jam. Bagaimanapun a-
khirnya pembuluh darah berdilatasi lagi dan TIK mening-
gi lagi.
PCO2 tidak boleh dikurangi hingga kurang dari 25
mmHg. Pada titik ini efek vasokonstriktor dari hipokar-
bia sendiri akan menyebabkan hipoksia, dan kerusakan
sel iskemik. Sebagian dari efek ini mungkin melalui pe-
ngurangan curah jantung.

Cara pengontrolan ventilasi:

1 Intermittent positive pressure ventilation (IPPV)
Metoda yang paling umum dengan tekanan positif untuk
volume tertentu, diikuti oleh ekspirasi pasif hingga
tekanan atmosfer. Jadi tekanan rata-rata intratorasik
lebih tinggi dibanding respirasi spontan dan hal ini
mungkin meninggikan tekanan vena serebral, dan selan-
jutnya TIK.
2 Positive end expiratory pressure (PEEP)
Tekanan ekspirasi akhir adalah positif, mencegah ko-
laps alveolar (atelektasis) dan transudasi cairan ke-
dalam alveoli (edema paru-paru). Tekanan rata-rata
intratorasik lebih tinggi dibanding IPPV. Kecende-
rungannya meninggikan TIK dapat dicegah dengan mera-
wat pasien dalam kepala yang ditinggikan 30o. Namun
demikian efek PEEP terhadap TIK harus tetap diawasi
ketat.
3 Negative end expiratory pressure (NEEP)
Pengurangan tekanan ekspirasi akhir dibawah atmosfer
menurunkan tekanan rata-rata intratorasik dan memban-
tu pengembalian darah vena. Ini mengurangi TIK, namun
bila digunakan jangka lama, NEEP menyebabkan atelek-
tasis.
4 Manual hyperventilation
Hiperventilasi manual mungkin menghasilkan penurunan
TIK yang cepat walau untuk jangka waktu yang singkat,
bahkan disaat hiperventilasi mekanik maksimun tidak
lagi efektif. Ini mungkin digunakan untuk menghilang-
kan gelombang tekanan, atau untuk mendapatkan waktu.

Penting untuk mengamati efek ventilasi secara teliti
dengan analisa gas darah serta radiograf dada. Jalan
nafas harus dijaga bebas dari sekresi. Sebagai disebut
semula, fisioterapi dada mungkin meninggikan TIK dan
bila hal ini terjadi, thiopentone dosis kecil sebelum
fisioterapi mungkin dapat mencegah hal tersebut.

Keadaan yang memerlukan ventilasi terkontrol:
Minat penggunaan ventilasi terkontrol dalam menangani
cedera kepala berat telah dipikirkan terutama di Ame-
rika serikat. Dasarnya berasal dari pengetahuan bahwa
semua pasien yang tidak sadar pada jam-jam awal cedera
mempunyai PO2 yang rendah akibat respirasi yang tidak
adekuat, inhalasi atau cedera dada yang menyertai. Se-
lain itu ventilasi akan membantu mengontrol TIK yang
sudah meninggi atau mencegah TIK menjadi meninggi.
Bagaimanapun penting untuk menyadari bahwa venti-
lasi terkontrol bukanlah semata-mata suatu tindakan
terhadap kesadaran yang terganggu, namun mempunyai in-
dikasi spesifik, yaitu:

1 pertukaran gas yang tidak adekuat, misalnya pada ce-
dera dada
2 pengontrol TIK, bila tindakan lain gagal.

Penggunaan luas ventilasi terkontrol adalah pemborosan
sumber perawatan intensif, banyak risiko dan menghin-
darkan pasien dari pengamatan klinik. Biasanya hiper-
ventilasi dimulai sebagai bagian dari ventilasi terkon-
trol, mempertahankan PCO2 konstan sekitar 25 mmHg. Per-
cobaan mutakhir menunjukkan bahwa efek hiperventilasi
berakhir dalam 20 jam dan bahwa reaktifitas CO2 mening-
kat. Jadi bila PCO2 dimungkinkan kembali kenormal, pem-
buluh serebral akan melebar dan TIK meninggi (van der
Poel, 1989).
Karenanya perlu dipikirkan penggunaan hiperventi-
lasi saat TIK mulai meninggi dibanding sebagai tindakan
pencegahan. Selain itu pasien harus dibebaskan dari
ventilasi secara bertahap untuk memungkinkan pengaturan
kembali respons serebrovaskular terhadap PCO2.

Pengaliran CSS
Hanya mungkin bila kateter ventrikuler pada tempatnya,
hampir selalu mengakibatkan penurunan TIK segera. Kare-
nanya cara paling efektif untuk mengatasi gelombang te-
kanan tinggi. Namun bila ventrikelnya kecil, sering pa-
da kasus setelah cedera kepala, hanya sedikit CSS yang
didapatkan dengan konsekuensi penurunan TIK hanya se-
dikit dan transien. Karena biasanya penginsersian ka-
teter adalah pada ventrikel kontralateral pada kontusi
atau perdarahan intrakranial, penting untuk menilai
bahwa disaat pengaliran CSS mungkin mengontrol TIK, ia
tidak mengurangi pergeseran garis tengah otak dan bah-
kan mungkin memperburuknya. Ini terjadi karena lesi
massa unilateral yang menyebabkan peninggian TIK se-
ring bersamaan dengan pembesaran ventrikel kontrala-
teral.
CSS mungkin dialirkan intermitten atau sinambung.
Pengaliran sinambung harus diatur pada tekanan sekitar
20 smH2O, untuk mencegah kolapsnya ventrikel sekitar
kateter dan menyumbatnya. Karena keterbatasan ini, as-
pirasi bolus dibatasi hanya pada keadaan emergensi, dan
bukan sebagai alternatif dari pengaliran yang sinam-
bung. Pengaliran CSS karenanya merupakan tindakan es-
sensial saat peninggian TIK karena obstruksi jalur CSS.

Diuretika Osmotik
Merupakan pengontrol TIK utama sejak efeknya terhadap
otak normal dijelaskan oleh Weed dan McKibben pada 19-
19. Namun mekanisme aksi utamanya tetap diperdebatkan.
Aksi primernya mungkin dengan mempertahankan gradien
osmotik sisi-sisi dinding kapiler, karena itu cairan a-
kan mengalir dari rongga ekstrasellular (20% dari volu-
me otak).
Osmolalitas normal serum dan cairan ekstrasellular
adalah 295 mmol/kg, jadi tidak ada gradien osmotik me-
lintas sawar-darah otak. Gradien sebesar 30 mmol/kg di-
perlukan untuk mengurangi cairan ekstrasellular dan
berarti TIK pada otak normal. Bila TIK meninggi, seper-
ti tampak pada kurva volume-tekanan bahwa sedikit pe-
ngurangan volume cairan intrakranial akan mengurangi
TIK dan sesungguhnya ini hanya memerlukan gradien osmo-
tik sebesar 10 mmol/kg. Karena aksi ini secara teoritis
memerlukan SDO yang intak, diperkirakan bahwa diuretik
osmotik mengalirkan cairan terutama dari otak normal.
Namun penelitian mutakhir dengan sken resonan megnetik
(yang dapat menentukan indeks kandung air), menunjukkan
bahwa mannitol membuang air dari otak yang edema dan
tidak dari otak normal (Bell, 1987). Dilain fihak dike-
tahui bahwa setelah cedera kepala mannitol meningkatkan
berat jenis substansi putih dan mungkin melalui pengu-
rangan air otak (Nath dan Galbraith, 1986).
Efek kedua dari diuretik osmotik adalah mengurangi
viskositas darah. Ini berakibat timbulnya refleks vaso-
konstriksi, dan pengurangan TIK. 'Autoregulasi viskosi-
tas' ini tergantung pada autoregulasi yang intak. Bebe-
rapa mengatakan bahwa ini adalah efek primer mannitol
(Muizelaar, 1983).
Sebagai tambahan, diuretik osmotik mungkin mengu-
rangi volume CSS. Mannitol mungkin juga beraksi sebagai
scavenger atas radikal bebas, yang disangka penting da-
lam menyebabkan pembengkakan otak iskemik. Didaerah ce-
dera otak, SDO mungkin sangat rusak hingga agen osmotik
berdifusi keotak sekelilingnya, membawa cairan beser-
tanya dan memperberat pembengkakan otak. Efek ini mung-
kin terjadi dalam jumlah kecil dan lambat, namun mung-
kin menjadi masalah dalam tindakan pengobatan termasuk
penggunaan berulang dari mannitol.

Mannitol
Suatu alkohol dari 6-carbon sugar mannose, dengan berat
molekul 180 serta konfigurasi molekular seperti gluko-
sa. Tidak dimetabolisme dan tampaknya menetap semuanya
pada kompartemen ekstraselluler; jadi suatu diuretik
sempurna dan paling luas digunakan serta jenis yang e-
fektif dari kelompok ini. Diberikan sebagai larutan 20
%. Untuk efek cepat, namun temporer, dosis biasa adalah
1 g (5 ml) per kg berat badan dalam 10-15 menit. TIK a-
kan turun dalam 5-10 menit dan umumnya efek berakhir
setelah 3-4 jam. Untuk mengobati peninggian TIK persis-
ten, mannitol dapat diberikan sebagai bolus yang lebih
kecil, biasanya 0.5 g/kg, kemudian diulang bila perlu.
Sesungguhnya bolus terkecil yang efektif adalah yang
harus digunakan.
Tujuan pengobatan adalah mempertahankan gradien
osmotik antara cairan rongga ekstrasellular otak dan
plasma. Dalam mencegah komplikasi ginjal, osmolalitas
serum harus dipertahankan dibawah 325 mmol/kg. Ini pen-
ting untuk mempertahankan volume darah sirkulasi dengan
cairan dan koloid yang cukup, pemantauan tekanan vena
sentral dan output ginjal.
Hiperventilasi dan mannitol mungkin digunakan un-
tuk memperpanjang waktu yang dapat digunakan dalam mem-
bawa pasien dengan hematoma intrakranial yang meluas
kekamar operasi. Bagaimanapun juga, pengurangan volu-
me otak memungkinkan perluasan klot juga. Bila tindakan
ditunda, efeknya mungkin hilang dan TIK meninggi dengan
cepat ketingkat mematikan.

Masalah dengan mannitol

1 Pengurangan efek pada dosis berulang.
Mannitol melintas SDO intak perlahan-lahan dan SDO
yang rusak secara lebih mudah. Karenanya gradien os-
motik berkurang secara bertahap. Selanjutnya osmola-
litas intraselluler bertambah sebagai reaksi terhadap
penambahan osmolalitas ekstraselluler dan plasma,
hingga osmolalitas plama harus terus ditinggikan un-
tuk mempertahankan gradien.
2 Asidosis sistemik dan gagal ginjal akibat peninggian
osmolalitas plasma. Osmolalitas plasma harus diperik-
sa teratur dan osmolalitas serum dipertahankan diba-
wah 320 mmol/kg untuk mencegah komplikasi ini.
3 Rebound dari TIK bila mannitol dihentikan. Fenomena
ini sering dibicarakan, namun jarang menimbulkan ke-
sulitan dalam prakteknya. Secara teoritis, bila pem-
berian mannitol dihentikan, penurunan mendadak osmo-
lalitas plasma dengan peninggian osmolalitas cairan
intra dan ekstraselluler akan berakibat pergeseran
cairan kedalam otak dan meninggikan TIK. Bagaimanapun
bila TIK meninggi saat osmoterapi dihentikan, tidak-
lah mudah menyatakannya sebagai rebound; penyebab la-
in harus dicari.

Urea dan gliserol
Karena berat molekulnya lebih kecil, urea (60) dan gli-
serol (92) mempunyai efek osmotik yang lebih besar dari
mannitol. Untuk alasan serupa, mereka melintas SDO le-
bih mudah. Karenanya gradien osmotik tak dapat diperta-
hankan dan kegunaannya terbatas. Gliserol juga dimeta-
bolisme dan memberikan energi, yang diperkirakan bergu-
na pada pengobatan stroke. Selain pemakaian biasa mela-
lui intravena, gliserol dapat diberikan melalui mulut
sebagai larutan 50%.

Diuretika Ginjal
Bila diuretika digunakan berulang, penting untuk menga-
mati keseimbangan cairan dan elektrolit serum.

Frusemida (furosemida)
Diuretik kuat lengkung distal, bekerja dengan memobili-
sasi transport sodium. Ini akan meninggikan osmolalitas
plasma melalui diuresis dan juga mengurangi pembentukan
CSS secara langsung. Penelitian klinik dan percobaan
menunjukkan bahwa frusemida dan diuretika ginjal lain-
nya secara sendiri-sendiri tidak mengurangi TIK secara
nyata. Namun ia berefek sinergisme dengan mannitol.
Frusemida dalam dosis 20-40 mg, diberikan bersama man-
nitol berakibat penurunan TIK yang lebih besar dan le-
bih lama.

Inhibitor anhidrase karbonik
Asetazolamida mengurangi pembentukan CSS dipleksus kho-
roid. Ia mempunyai sedikit peran dalam mengelola pe-
ninggian TIK kronik namun tidak berguna dalam mengobati
peninggian TIK akut.

Steroid
Sangat efektif mengurangi pembengkakan sekitar tumor.
Pasien menjadi lebih alert dan defisit neurologis fokal
berkurang dalam 24 jam sejak dimulai pengobatan stero-
id. Perbaikan neurologis mendahului pengurangan TIR
yang mana tidak terjadi untuk 48-72 jam. Juga mendahu-
lui perubahan kandung air otak yang diperiksa dengan
MRI (Bell, 1987), namun alasannya belum jelas. Diduga
bahwa steroid mempertahankan keseimbangan aliran darah
dan volume serebral didalam jaringan yang edema yang
selanjutnya mengurangi fluktuasi TIK, termasuk gelom-
bang plato (barostabilization).
Beberapa penelitian gagal memperlihatkan manfaat
steroid yang jelas dalam mengelola peninggian TIK aki-
bat cedera kepala (Pitts dan Kaktis, 1980). Tak tampak
perbaikan pada outcome pasien cedera kepala yang dio-
bati dengan dosis standar (deksametason 4 mg tiap 6
jam) atau dosis sangat tinggi 100 mg sehari. Sebuah
penelitian menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pen-
derita yang dirawat dengan steroid dibanding yang tanpa
steroid (Dearden, 1986). Jelaslah bahwa patologi pem-
bengkakan otak dan peninggian TIK pada cedera kepala
sangat lebih kompleks dibanding yang terjadi pada tumor
otak.
Tampaknya steroid mempunyai sedikit tempat dalam
mengelola penderita cedera kepala. Mungkin ada sub-grup
penderita cedera kepala yang mungkin diuntungkan oleh
steroid, namun belum dapat diidentifikasikan.

Barbiturat
Barbiturat jelas mengurangi tingkat metabolisme serta
tampaknya mungkin mengurangi ADS dan TIK secara sekun-
der. Untuk mendukung hipotesa ini, penurunan TIK sangat
erat berhubungan dengan aktifitas elektrik otak.
Barbiturat mungkin juga mempunyai efek langsung
terhadap otot polos pembuluh darah serebral dengan aki-
bat vasokonstriksi, mengurangi VDS dan selanjutnya me-
nurunkan TIK.
Komplikasi pengobatan barbiturat, terutama hipo-
tensi sistemik dan gagal paru-paru harus diingat dan
pemantauan ketat dengan kateter Swan-Ganz sangat dian-
jurkan. Tindakan yang ditujukan pada penurunan TIK ha-
rus tidak membahayakan tekanan arterial. Bila peninggi-
an TIK merugikan otak, tekanan arterial yang rendah a-
kan memperburuknya (Miller. 1985). Walau jelas keampuh-
annya mengurangi TIK, tak ada bukti yang baik bahwa
barbiturat memperbaiki outcome. Dua penelitian secara
acak terhadap efek pentobarbital pada pasien dengan ce-
dera kepala berat menghasilkan konklusi yang serupa.
Barbiturat tidak mengurangi mortalitas maupun akibat
dari peninggian TIK (Ward, 1985); Schwartz, 1984). Wa-
lau pengurangan temporer dari TIK terlihat, sejumlah
yang sama pasien yang diberi barbiturat dan pasien ke-
lompok kontrol mati karena peninggian TIK. Satu perbe-
daan yang bermakna antara pasien yang mendapat barbi-
turat dan pasien kelompok kontrol adalah hipotensi ar-
terial yang diderita pasien yang mendapat barbiturat,
sering mencapai tingkat yang berbahaya. Karenanya di-
percaya bahwa keuntungan barbiturat belum dapat dibuk-
tikan pada pasien dengan TIK yang tak terkontrol sete-
lah cedera kepala.

Obat-obatan lain
Althesin
Derivat steroid ini adalah anestetik kerja cepat. Me-
ngurangi TIK yang gagal ditindak dengan hiperventilasi
dan mannitol. Efeknya mungkin sekunder terhadap pengu-
rangan ADS dan penggunaan glukosa serebral. Penelitian
klinik menunjukkan bahwa penurunan TIK tidaklah karena
penurunan tekanan perfusi serebral. Ia mempunyai aksi
singkat dan kurang berkaitan dengan pengamatan neurolo-
gis dibanding barbiturat. Anafilaksi merupakan kompli-
kasi nyata pada injeksi secara bolus bila dipakai untuk
induksi anestetik, namun sejauh ini tak pernah terjadi
pada infus intravena (Bullock, 1986). Walau sekarang
dihindari karena respons alergik, obat sejenis mung-
kin akan tersedia dimasa datang.

Etomidat
Seperti althesin, etomidat adalah anestetik non barbi-
turat kerja cepat, yang mana mengurangi ADS dan TIK.
Dianjurkan untuk mengurangi TIK pada tempat barbitu-
rat karena efek samping dan waktu paruh yang panjang
dari barbiturat. Etomidat digunakan untuk mencegah pe-
ninggian TIK selama intubasi namun juga dihindari pada
penggunaan klinik karena efek sampingnya berupa sup-
presi respons stres adrenokortikal.

Lidokain
Lidokain intravena mencegah peninggian TIK selama intu-
basi (Donegan dan Bedford, 1980). Mungkin beraksi lang-
sung pada pusat vasomotor batang otak. Namun belum ada
bukti bahwa ia mengurangi TIK yang sudah meninggi. Ia
suatu depresan kardiak dan mengaktifkan kejang, dan ka-
renanya tidak digunakan diklinik.

Gamma hidroksibutirat
Bekerja pada substansi otak dengan menurunkan tingkat
metabolisme glukosa dan menekan ADS serebral. Efek dep-
resan metabolik ini digunakan untuk mengontrol TIK pada
pasien dengan cedera kepala berat, dengan dosis 65 mg/
kg berat badan (Leggate, 1986). Gamma hidroksibutirat
kurang berpengaruh pada tekanan arterial dibanding bar-
biturat, namun efeknya pada TIK singkat hingga dosis
berulang atau infus sinambung diperlukan. Keampuhan-
nya berkurang pada pemberian berulang. Ia sangat hiper-
osmolar dan harus diberikan via jalur intravena sentral
yang panjang untuk mencegah flebitis.

Salin hipertonik
Pemberian mannitol berulang dapat menyebabkan
hiponatremia, hipovolemia dan gagal ginjal akut. Salin
hipertonik dengan kekuatan 5 mmol/ml tampaknya mengu-
rangi TIK tanpa diuresis serta memperbaiki sodium serum
dan volume darah sirkulasi kenormal (Worthley, 1988).

Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik pada 2 atmosfer adalah vasokonstrik-
tor serebral, dan mengurangi TIK. Oksigen yang larut
mengatasi efek iskemik yang kuat dari vasokonstriksi.
Tampaknya oksigen hiperbarik hanya berguna bila pembu-
luh darah serebral masih mempertahankan reaktifitasnya
terhadap hipokarbia. Dengan kata lain, bila hiperventi-
lasi tidak efektif, mungkin demikian pula oksigen hi-
perbarik.


PENGAMATAN NEUROLOGIS

Petunjuk paling penting terhadap perjalanan cedera otak
dan pengaruh pengobatan adalah pemeriksaan neurologis
teliti dan berulang. Ini dapat memperkirakan tingkat
kesadaran pasien, suatu petunjuk fungsi otak secara ke-
seluruhan, demikian pula pencatatan tanda spesifik, se-
perti halnya respons pupil dan kekuatan anggota tubuh.


RINGKASAN

Periksa hal berikut bila ditemukan peninggian TIK

1 Posisi transduser, titik nol dan kalibrasi
2 Posisi pasien: kepala ditinggikan, tidak ada kons-
triksi leher
3 Melawan ventilator: sedasi adekuat
4 Disfungsi paru-paru: periksa gas darah
5 Suhu tubuh meninggi: dinginkan
6 Hiponatremia (Na+ kurang dari 130 mmol/l)
7 Epilepsi: tingkat antikonvulsan adekuat
8 Lesi massa intrakranial (ulang CT)


Pengelolaan Peninggian TIK

1 Mulai terapi bila TIR mencapai 25 mmHg, atau lebih a-
wal bila simtomatik
- Periksa jalan nafas dan posisi kepala
2 Terapi jalur pertama
- Pertinggi ventilasi
- Pengaliran CSS (melalui tekanan positif)
- Frusemida (furosemida)
- Mannitol, mulai dengan 0.5 g/kg berat badan dan do-
sis dititrasi sesuai respons TIK
- Periksa gas darah arterial, pikirkan CT ulang
3 Terapi jalur kedua
- Hiperventilasi manual
- Barbiturat, salin hipertonik, gamma hidroksibutirat
Kkkkkkk

10. KONKLUSI

Walau terdapat kontroversi sekitar keuntungan dan
risiko, pemantauan TIK yang sinambung sudah mendapat
tempat yang pasti dalam perawatan intensif bedah saraf
diberbagai negara.


INDIKASI PEMANTAUAN T.I.K

Indikasi paling sering digunakan adalah:

1 pengelolaan pasien koma pada cedera kepala
2 pasien dengan CT scanning menunjukkan bahwa TIK me-
ninggi. Tanda ini termasuk tiadanya sisterna perimes-
ensefalik, pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm,
dilatasi ventrikel kontralateral dan kontusi otak bi-
lateral
3 sindroma Reye
4 hidrosefalus 'tekanan normal'
5 hidrosefalus dan koma setelah perdarahan subarakhno-
id, hematoma intraserebral atau infark iskemik
6 pasien tidak sadar yang diselamatkan dari tenggelam
dan episoda hipoksik berat lainnya
7 penurunan tingkat kesadaran pada meningitis atau en-
sefalitis

Mempertahankan dan menginterpretasikan pemantauan TIK
membutuhkan skill dan kesabaran. Harus dibatasi dalam
melengkapi unit perawatan intensif dengan petugas yang
telah berpengalaman dalam merawat pasien koma dengan
kelainan neurologis.


MASA YANG AKAN DATANG

Metodologi
Kelemahan utama metoda pengukuran TIK saat ini adalah
perlunya penetrasi pada tengkorak. Tujuan jangka pan-
jang haruslah untuk mengembangkan metoda yang non-in-
vasif, yang akurat, murah dan dapat dipercaya.
Sementara itu, mungkin transduser miniatur yang
diimplantasikan akan menjadi lebih populer namun saat
ini terdapat kebingungan atas kemampuannya untuk menga-
tasi ketidak-telitian dan kesulitan dalam penggunaan
klinik. Pengembangan lebih lanjut juga diperlukan untuk
mendapatkan transduser yang dapat digabungkan dengan
pemeriksaan baik CT maupun MRI.

Patofisiologi
Sampai saat kita dapat menentukan penyebab spesifik
dari pembengkakan otak, pengobatan terhadap TIK akan
serupa. Perbaikan dalam pengobatan TIK yang menetap ha-
rus tergantung pada kemajuan pengetahuan kita atas me-
kanisme yang mendasari kerusakan neuronal.
Pada cedera kepala, pembengkakan otak mungkin aki-
bat dari penambahan air jaringan, VDS atau keduanya.
Penelitian harus diarahkan pada pengenalan terhadap pe-
nyebab pembengkakan otak pada masing-masing pasien
hingga terapi dapat diarahkan pada sasaran yang spesi-
fik. Misalnya, terapi vasokonstriktor seperti hiperven-
tilasi, barbiturat dan GABA mungkin memadai untuk VDS
yang meninggi, dimana terapi diuretika lebih tepat da-
lam mengobati edem otak dan scavenger radikal bebas un-
tuk pembengkakan otak iskemik.
Analisis spektral bentuk gelombang TIK mungkin sa-
tu cara untuk mengenal kedua penyebab peninggian tekan-
an, dan terukurnya penurunan compliance mendahului ter-
jadinya peninggian TIK.

Pengobatan
Setelah memikirkan semua hal, tindakan yang layak ter-
hadap klot, tumor dan hidrosefalus menunjukkan bahwa
metoda yang digunakan dalam mengobati peninggian TIK
sangat sedikit keampuhannya. Semua metoda yang ada ber-
landaskan pada struktur yang secara fisiologi intak,
pembuluh darah yang reaktif, SDO yang intak atau sel
yang secara metabolik aktif.
Pada kebanyakan kasus cedera kepala berat, pening-
gian TIK menunjukkan kerusakan otak primer dan tidak a-
da tindakan yang mungkin berhasil dengan baik. Hingga
kini belum dapat untuk mengidentifikasi setiap pasien
hingga tindakan dini yang agresif harus tetap diguna-
kan. Dilain fihak, kerusakan primer mempunyai potensi
untuk pulih dan outcomenya tergantung pada bagaimana e-
fektifnya suatu pengobatan. Seperti telah dikatakan di-
muka bahwa terdapat peningkatan bukti tentang tindakan
dini terhadap peninggian TIK sedang mengurangi insidens
peninggian TIK yang tidak dapat dikontrol.
Untuk alasan ini dipikirkan bahwa pemantauan TIK
tidak dapat dihindari dalam mengelola keadaan patologi
intrakranial seperti halnya pencatatan tekanan darah
dalam pemantauan sistem kardiovaskular.


GLOSARIUM

Autoregulation (of blood flow): Perubahan dalam be-
sarnya tahanan yang dalam keadaan menetap pada suatu
organ sebagai reaksi atas perubahan tekanan perfusi,
dalam usaha untuk mempertahankan secara cukup, walau
tidak perlu konstan, aliran darah. Efisiensi autoregu-
lasi dapat diukur dengan perubahan aliran darah sebagai
akibat perubahan tekanan perfusi.

Brain tissue pressure (BTP): Berhubungan dengan tekanan
interstitial atau ekstravaskuler. Tekanan interstitial
sebenarnya dari otak tidak dapat diukur dengan metoda
yang ada saat ini dan 'tekanan jaringan otak' adalah
yang berada didalam rongga kecil parenkhima otak dise-
keliling alat pengukur.

Cerebral boold flow (CBF): Jumlah volume darah yang
melalui otak dalam unit waktu. Untuk otak secara kese-
luruhan dapat dinyatakan dalam ml/menit namun untuk a-
liran regional (rCBF) dinyatakan dalam unit berat otak
dalam unit waktu (ml/menit/100 g).

Cerebral perfusion pressure (CPP): Untuk bed vaskuler,
tekanan perfusi adalah perbedaan antara tekanan arte-
rial dan vena. CPP adalah perbedaan antara mean ICP dan
mean BP. ICP besarnya mendekati tekanan vena dural dan
ini lebih mudah diukur.

Cerebrovascular resistance (CVR): Tahanan yang diberi-
kan oleh bed vaskular otak terhadap aliran darah yang
melaluinya. Analog dengan hukum Ohm, CVR dihitung seba-
gai rasio CPP terhadap CBF (CVR = CPP/CBF). Dalam kea-
daan normal hanya CVR total yang dapat dihitung. Untuk
menghitung CVR regional, diperlukan pengukuran tekanan
perfusi regional dan ini biasanya tidak mungkin. Satu-
annya mmHg per unit CBF.

Compliance: Istilah yang umumnya digunakan untuk meng-
uraikan brain stiffness; lebih tepat adalah hal seba-
liknya, elastance yang dapat dihitung. Compliance ada-
lah perubahan volume yang diamati atas perlakuan peru-
bahan dari tekanan (dV/dP).

Elastance: Perubahan pada tekanan yang diamati terhadap
perlakuan perubahan volume (dP/dV).

Elasticity: Kemampuan material untuk kembali kekeadaan
awalnya bila kekuatan yang merubahnya berhenti beraksi.

Herniation (of structures of CNS): Jenis deformasi di-
mana penambahan isi satu kompartemen dirongga kranial
memindahkan bagian dari isi semulanya ke kompartemen
tetangga. Herniasi berhubungan dengan distorsi struktur
yang terkena.

Intracranial Pressure (ICP): Istilah umum untuk menun-
jukkan setiap tekanan yang diukur didalam rongga krani-
al walaupun dapat dibatasi atas sisi atau kompartemen
dimana tekanan akan diukur. Satuannya mmHg.

Oncotic pressure: Menunjukkan tekanan osmotik yang di-
sebabkan oleh larutan koloid.

Osmotic pressure: Berhubungan dengan perbedaan tekanan
yang melintasi membran semi permeabel yang memisahkan
dua kompartemen yang berisi larutan substansi tertentu
dalam konsentrasi berbeda.

Perfusion pressure: Untuk tabung atau sistem tabung a-
dalah perbedaan antara tekanan yang ditimbulkan oleh
cairan perfusi saat ia masuk dan saat ia meninggalkan
tabung atau sistem.

Pressure: Keadaan khusus dari stress normal dimana te-
naga per unit area yang dalam keadaan normal diarahkan
menuju area tersebut. Satuannya mmHg, Torr, atm. dll.

Pressure-volume index: Volume cairan dalam ml yang di-
perlukan untuk menaikkan ICP hingga tingkat 10 kali
opening pressure.

Pressure-volume relationship: Hubungan yang mana menje-
laskan perubahan tekanan didalam sistem tertentu dise-
babkan oleh perubahan volume yang dikandungnya atau se-
baliknya, misalnya perubahan tekanan intrakranial dise-
babkan oleh perubahan isi intrakranial. Pada diagram
tekanan-volume, tekanan secara konvensional ditampilkan
sebagai aksis y (ordinat) dan volume sebagai aksis x
(absisa).

Pulse pressure: Amplituda osilasi tekanan selama sik-
lus kardiak.

Strain: Deformasi relatif yang diakibatkan oleh pembe-
rian stress.

Stress: Kekuatan per satuan area.

Tissue perfusion pressure: Tekanan perfusi didalam pa-
renkhima organ. Secara teoritis berhubungan dengan per-
bedaan TD antara ends arterial dan vena kapiler otak.
TPP serebral sudah digunakan juga untuk mengetahui per-
bedaan antara TD arteriolar rata-rata dan TIK.

Torr: Tekanan 1 mmHg pada keadaan suhu dan tekanan
standar.

Transducer: Alat yang mengkonversikan satu bentuk ener-
gi kebentuk lainnya. Transduser tekanan fisiologis
menggunakan energi yang ditimbulkan oleh tekanan untuk
menghantarkannya sebagai sinyal elektrik yang kemudian
diperkuat dan dapat dicatat pada alat pencatat.

Vasopressor responce to raised ICP: Peningkatan TD ar-
terial akibat peningkatan TIK (Sering disebut sebagai
'Cushing response'.

Vasopressor treshold: Tingkat TIK dimana respons vaso-
presor bekerja.

Volume-pressure respons (VPR): Peninggian tekanan ven-
trikuler yang didapat bila 1 sm salin disuntikkan mela-
lui kanula ventrikuler dalam 1 detik.


REFERENSI

Lihat bab terakhir, khusus daftar rujukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar